Minggu, 22 Januari 2012

A World Without Islam

A World without Islam, itulah judul buku yang ditulis oleh Graham E. Fuller. Tentu sangat menarik bukan? Umumnya, judul buku merupakan daya tarik pertama bagi pembaca dan Fuller telah berhasil menarik saya untuk membacanya. Ketika melihat judul tersebut, saya berpikir bahwa Fuller adalah orang yang memandang Islam dengan persepsi negatif. Namun justru sebaliknya, ia mempertanyakan validkah jika kita mempertentangkan antara Islam dan Barat? Ia menyatakan ada atau tidak adanya Islam, dunia akan sama saja. Akan ada hubungan konfliktual antara barat dan timur jika dilihat secara historis-politis. Kenapa? Inilah yang dijawab oleh Fuller dalam bukunya tersebut.
Bagaimanakah jika Islam tak pernah ada? Itulah pertanyaan Pertama yang diajukan oleh Fuller. Tentu jawabannya adalah tidak akan ada benturan peradaban, tidak akan ada perang suci, dan lebih jauh lagi tidak akan ada terorisme. Sejak 9/11, banyak persepsi negatif yang muncul di dunia cenderung mendiskreditkan Islam. Apakah benar Islam merupakan penyebab krisis yang terjadi saat ini? Akankah Timur Tengah menjadi lebih damai? Apakah hubungan timur dan barat akan tetap ada tanpa pengaruh Islam? Untuk menjawab semua ini, Fuller menggunakan analisis sejarah.
Islam selalu diidentikan dengan Timur Tengah, dan memang benar bahwa Islam memang lahir di sana. Dalam perkembangan selanjutnya Islam telah membentuk norma-norma budaya dan preferensi (pilihan) politik masyarakat. Sehingga yang terlihat bahwa Timur Tengah adalah Islam. Lantas bagaimana kita bisa memisah Islam dari Timur Tengah? Menurut Fuller, pertama dimulai dari etnisitas. Sebelum Islam lahir, telah terjadi persaingan etnis di Timur Tengah yang didominasi oleh kelompok etnis Arab, Persia, Turki, Kurdi, Yahudi, dan bahkan suku barbar dan Pashtun. Jadi persaingan ini telah ada sebelum Islam dan mungkin akan tetap berlangsung meskipun Islam tidak ada. Akan tetapi, peran Islam tetap ada sebagai agama mayoritas saat ini di sana.
Sandainya Islam tidak ada dan Kristen menjadi agama terkuat, apakah hubungan Timur Tengah dan barat akan lebih baik? Tentu saja tidak. Sikap ekspansionisme bangsa Eropa pada abad pertengahan lebih didasari oleh kepentingan ekonomi dan geo-politik. Semangat kekristenan dalam Perang Salib hanyalah sebagai symbol kuat pemersatu. Namun tetap tujuan utamanya adalah untuk mencari daerah jajahan sebagai sumber kekayaan. Dan jika Islam tidak ada, rasanya mustahil jika Kristen Timur-Tengah akan diam saja jika mereka dijajah.
Selanjutnya adalah faktor minyak di Timur Tengah. Ini adalah isu yang sangat dominant hingga saat ini. Apakah negara di Timur Tengah rela jika ladang minyak mereka dikuasai oleh asing, khususnya barat? Rasanya tidak mungkin, bahkan orang Kristen Timur Tengah sekalipun rasanya akan menentang hal tersebut. Jadi hal ini bukanlah karena mayoritas negara Timur Tengah tersebut adalah Islam dan anti terhadap barat. Buktinya, adalah bagaimana reaksi Amerika Latin atas dominasi Amerika terhadap minyak, ekonomi dan politik mereka. Gerakan anti-kolonial di Timur Tengah dapat juga disamakan dengan perjuangan anti colonial yang dilakukan oleh golongan Hindu di India, Konfusius di China, Budha di Vietnam, dan perjuangan anti kolonialisme lainnya. Jadi, tidak ada jaminan bahwa seandainya Islam tidak pernah ada, interaksi di Timur Tengah akan lebih baik. Dengan kata lain, tanpa Islam, Timur Tengah akan selalu konfliktual karena telah ada pertarungan kekuasaan, wilayah, pengaruh, ekonomi, dan perdagangan sebelum Islam ada.
Pertanyaan selanjutnya, mungkinkah Timur Tengah akan lebih demokratis tanpa Islam? Jawabannya pun sama saja. Tidak ada jaminan bahwa Timur Tengah akan lebih demokratis tanpa Islam. Karena di Eropa sendiri, masa-masa kediktatoran pun baru berakhir pada abad ke-20. Contoh lainnya adalah masalah Palestina. Sebetulnya ini berasal dari permusushan antara Kristen dan Yahudi, bukan dengan Islam. Holocaust telah menjadi bukti sejarah yang nyata dari permusuhan ini. Kaitannya dengan Palestina hanyalah karena kaum yahudi berusaha mencari tanah di laur Eropa. Jadi, konflik Israel Palestina ini, bukanlah konfik agama, melainkan hanya konflik nasionalisme, entnis, dan teritori, karena hak orang Palestina direbut oleh bangsa Yahudi.
Selain itu, agama Kristen di Eropa juga sering dijadikan sebagai alat politik, ini tentu berbeda dengan Kristen di Timur Tengah yang cenderung religius. Sehingga tidak heran jika terjadi pertentangana antara Kristen Katolik di Roma dengan Kristen Ortodoks di Konstantinopel (yang juga berakar dari permasalahan politis). Apalagi sejak terjadi sekulerisasi di Barat (Eropa), kapitalisme, dan kebebasan, membuat gap antara Kristen Ortodoks di Timur semakin berbeda dengan Kristen yang berkembang di Barat.
Jadi, meskipun Islam tidak pernah ada, hubungan Timur Tengah dengan Barat akan tetap tidak harmonis. Hal ini dikarenakan persaingan perebutan sumber daya ekonomi dan kepentingan geo-politik di Timur Tengah. Islam hanyalah dijadikan sebagai alat untuk pemersatu, karena ia adalah agama mayoritas di Timur Tengah saat ini. Dan sekarang ini isu terorisme semakin memperparah hubungan antara keduanya. Apakah benar terorisme ada karena Islam? Yakinkah jika Islam tidak ada, terorisme akan hilang atau tidak akan terjadi peristiwa 9/11? Karena menurut Barat, terorisme, selalu dikaitkan dengan Islam ekstrimisme. Meskipun bukan Islam secara keseluruhan, tetapi melekatnya kata Islam juga menjadi diskredit tersendiri dari isu terorisme ini.
Jawabannya tidak. Terlebih dahulu harus dipertanyakan tentang konsepsi terorisme itu sendiri. Karena konsepsi ini sangat ambigu. Kenapa saat ini terorisme selalu berkaitan dengan Islam. Padahal kelompok Hindu Tamil di Srilanka juga bisa disebut terorisme. Di Athena juga ada terorisme. Dan banyak lagi kelompok militant yang bisa disebut terorisme. Ini berarti bahwa jika Islam tidak ada, terorisme tetap akan ada. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, baik sentiment etnis, ekonomi, maupun geo-politik. Seperti di Inggris, China, India, Makedonia, dan banyak lagi lainnya. Sebagian besar tindakan tersebut bersifat non-agama. Bahkan serangan terorisme di Eropa selama 2006, hanya sekali dilakukan oleh para Islamis dari 498 serangan. Ini menunjukan bahwa Islam sangat sedikit perannya dalam menimbulkan aksi terorisme. Bahkan kebanyakan tindakan terorisme ini lebih disebabkan oleh ideologi marxisme, bukan Islam.
Semua bangsa tentunya akan menolak adanya penindasan asing. Begitu juga dengan negara-negara Islam. Nasionalisme tetaplah menjadi alasan utama, sedangkan agama hanyalah dijadikan upaya mencari dukungan dari negara lain yang memiliki agama yang sama. Apalagi jika pihak asing tersebut berasal dari agama yang berbeda. Tujuannya adalah agar mendapatkan solidaritas dan dukungan. Jelas, bahwa agama hanya dijadikan sebagai alat politis dari pada sebagai tatanan moral dalam hubungan barat dan Islam.
Jika seandainya Islam tidak ada, dunia belum tentu akan lebih baik? Atau malah akan lebih buruk. Karena persaingan etnis di Timur Tengah bisa berkurang sejak lahirnya Islam. Mungkin jika Islam tidak pernah ada, konflik akan semakin menjadi. Begitu juga dengan konflik barat dan timur tetap ada, karena lebih disebabkan oleh faktor etnis, nasionalisme, ambisi, keserakahan, sumber daya, dan imperialis. Dan lebih ironis lagi, panasnya hubungan timur-barat lebih disebabkan oleh pemimpin yang ototriter sekaligus sekuler.
Bagi Barat, Islam dikonstruksi sebagai sasaran untuk menguasai sumber daya alam Timur Tengah, sementara bagi negara-negara di Timur Tengah, Islam dijadikan sebagai perekat untuk melakukan perlawanan terhadap Barat. Padahal posisi Islam hanyalah komplementer saja yang datang belakangan. Tanpa Islam persaingan Barat versus Timur Tengah akan tetap berlanjut.

4 komentar:

  1. Bukunya beli dimana pak? udah ngga keluar yahh sekarang?

    BalasHapus
  2. Wah, gara gara tulisan ini, saya jadi tertunda membaca buku ini. saya beli pada pertengahan tahun lalu. Hehehe.. Terima kasih atas resensinya

    BalasHapus
  3. Buku ini sudah lama terbit dan beredar di pasaran. Namun masih sangat relevan untuk dibaca ulang. Terjemahan bahasa Indonesia juga sudah terbit sejak 2014 yang lalu, dengan judul: "Apa Jadinya Dunia Tanpa Islam," diterbitkan oleh Mizan. Terimakasih atas resensinya yang cukup komprehensif dan jelas.
    Salam,
    Fauzan Saleh -- Kediri

    BalasHapus
  4. Cuma dapet versi Bahasa Inggrisnya._. Harus belajar bahasa inggris lebih banyak nih buat menyelesaikan bukunya hahahaha. Bahasa Inggrisku masih pas-pas an.

    BalasHapus