Rabu, 12 Oktober 2011

AIDS, Security, and Biopolitcs

Tulisan ini merupakan review dari artikel yang ditulis oleh Stefan Elbe dengan judul yang sama


Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, batas-batas wilayah tidak lagi menjadi hambatan yang berarti. Sistem internasional pun akhirnya mengalami integrasi. begitu juga dengan aktor internasional, tidak lagi dimonopoli oleh beberapa negara seperti pada era perang dingin. Dengan demikian, peta politik dunia berubah menjadi sistem yang multipolar dari sistem bipolar. Banyaknya jumlah negara yang berinteraksi di dunia internasional membuat fokus perhatian para politisi dan ilmuwan tidak lagi terpusat pada masalah tradisional (aspek militer). Isu-isu yang menjadi perhatian semakin kompleks. Salah satu isu yang diangkat sebagai isu keamanan internasional adalah HIV/AIDS.

Mengapa HIV/AIDS dianggap sebagai isu keamanan internasional? HIV/AIDS merupakan salah satu penyakit yang paling mematikan. Dalam artikel yang ditulis oleh Stefan Elbe ini, sekitar 42 juta orang telah terkena penyakit ini dan lebih lebih dari 25 juta orang telah menjadi korban. Tingkat penyebarannya pun sangat tinggi, hal ini dibuktikan dengan korban yang tewas setiap hari tiga kali lebih banyak dari korban 11 September 2001. Para politisi internasional berpendapat bahwa HIV akan menjadi masalah jangka panjang yang dapat mengganggu stabilitas sosial, ekonomi, dan politik di masa depan karena tingkat prevalensi berkisar antara 10 dan 40 persen dari populasi orang dewasa. Oleh karena itulah, Dewan Keamanan PBB meminta seluruh pemerintah diseluruh dunia untuk menjadikan pandemik AIDS ini sebagai prioritas politik karena berkaitan dengan National Security sebuah bangsa. Dengan demikian, politik tidak hanya berkaitan dengan perang dan damai, tetapi juga politik berhubungan dengan penanganan masalah kesejahteraan dan kesehatan manusia.

HIV/AIDS masuk ke dalam isu keamanan internasional karena dilihat dari dimensi biopolitiknya. Konsep biopolitik sangat erat kaitannya dengan tulisan-tulisan dari Michel Foucault. Foucault mengenalkan tiga konsep untuk melihat kekuasaan modern yang terkait dengan dimensi eksistensi biologis manusia, yaitu biopower, anatamo-politic, dan biopolitics. Biopower adalah konsep yang berkaitan dengan pembuatan pengetahuan dan kekuasaan (power-knowledge) sebagai agen untuk transformasi kehidupan manusia. Biopower menganggap masyarakat sebagai makhluk biologis atau dengan kata lain hidup tidak sebagai subjek hukum atau politik, memperlakukan manusia sebagai makhluk hidup.

Anatomo-politik adalah konsep yang berkaitan strategi politik menganggap manusia sebagai tubuh (body), artinya bahwa bagaimana cara untuk membuat tubuh manusia menjadi lebih produktif secara fisik. Sesuai dengan namanya (anatomi), konsep ini berusaha untuk membuat sistem tentang bagaimana pengelolaan manusia secara jasmaniah. Sedangkan biopolitk, mengacu pada strategi politik yang bertujuan secara kolektif menganggap manusia sebagai spesies. Konsep ini erat kaitannya dengan masalah populasi dimana manusia sebagai makhluk biologis yang melakukan reproduksi. Konsep ini berusaha mengatur tingkat populasi, seperti tingkat natalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), meningkatkan harapan hidup rata-rata, menurunkan tingkat morbiditas dan (keadaan tidak sehat).

Dengan demikian, jika tujuan biopolitik adalah untuk memaksimalkan kesehatan manusia, maka penyakit tidak bisa dianggap hanya sebagai masalah kesehatan saja. Penyakit harus dikendalikan secara politik, sosial, dan ekonomi yang perlu diselesaikan secara kolektif melalui kebijakan yang komprehensif. Konsep ini pun berlaku terhadap permasalahan HIV/AIDS dalam konsep sekuritisasi AIDS (Securitization of AIDS). Dengan masuknya AIDS ke dalam agenda keamanan internasional, maka keamanan tidak lagi terbatas pada mempertahankan kedaulatan, integritas wilayah, hukum internasional tetapi juga termasuk masalah dinamika populasi seperti ”penyakit” pun menjadi masalah penting. Para aktor sekuritisasi HIV/AIDS menyerukan agar masalah kependudukan  juga menjadi tujuan pemerintah, tidak hanya sebatas menjadi kekuatan penguasa.

Sekutisasi AIDS juga masuk dalam dimensi biopolitik karena para aktor internasional berupaya untuk memonitor dan mengatur kesehatan masyarakat. Badan-badan internasional yang melakukan pemantauan secara rinci terhadap perkembangan HIV/AIDS adalah seperti WHO, terutama UNAIDS yang berupaya untuk memberikan informasi secara detail dan global tentang AIDS. Untuk tujuan ini UNAIDS selalu meng-up to date data tahunan setiap negara. UNAIDS memberikan pengetahuan tentang karekteristik biologis dari populasi dan sub-populasi yang dibutuhkan untuk mengendalikan pandemik ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kesehatan seharusnya menjadi prioritas semua orang. Karena Menurut Foucault, biopower (mencakup anatomo-politic dan biopolitik) tidak pernah menjadi milik satu agen, melainkan selalu jamak, dan desentralisasi.

Konsep bipolitik Foucault memang telah merubah persepsi dan pandangan politik menjadi lebih cenderung kepada aspek kemanusian. Konsep biopolitik telah menjadi penyebab dibangunnya rumah sakit sebagai tempat pengobatan dan membuat sebuah sistem kesehatan universal. Oleh karena itulah, sekuritisasi HIV/AIDS diharapkan akan memberikan manfaat kemanusiaan bagi mereka yang terinfeksi virus ini dengan menjadikannya sebagai isu internasional yang signifikan. Lantas, bagaimana cara kita merespon epidemik ini? Berapakah besaran alokasi yang kita korbankan untuk menanganinya? Sektor pemerintah yang manakah yang terlibat dalam meresponnya? Namun, konsep biopolitik ini juga harus diterapkan secara hati-hati, karena konsep ini pun memiliki bahaya yang serius. Salah satu bahaya tersebut adalah dalam bentuk rasisme model baru. Rasisme, sebelumnya dilakukan berdasarkan pada ras, budaya, dan aspek sosial lainnya. Pertanyaanya, dari aspek manakah securitisasi HIV/AIDS ini bisa menjadi bentuk rasisme baru?

Rasisme (menurut saya) adalah bentuk diskriminasi terhadap orang lain (umumnya adalah kelompok minoritas). Kita akan menghindari orang tersebut, bahkan memusuhinya. Begitu juga dengan penderita AIDS, dengan alasan kesehatan (label sakit), mereka akan terisolir dari masyarakat. Sekuritisasi AIDS akan berusaha memaksimalkan kesehatan masyarakat sehingga menganggap orang yang dikategorikan tidak sehat tersebut berbahaya. Menurut Foucault, prinsip yang mendasari rasisme biopolitik ini adalah label sehat. Bahkan terkesan seperti membiarkan mereka yang dianggap sakit (positif terinveksi virus HIV/AIDS) mati secara bertahap. Setidaknya ada tiga hal dimana sekuritisasi AIDS dapat menimbulkan rasisme biopolitik.

Pertama, dengan masuknya HIV/AIDS dalam kerangka keamanan, maka pemerintah akan menyimpulkan bahwa cara yang paling efektif untuk mengatasi pandemik ini adalah dengan membiarkan mereka yang terinfeksi mati dari pada harus memberikan pengobatan. Argumen ini mungkin masih sebuah hipotesa karena tidak ada dokumentasi faktualnya. Tetapi hal ini bisa dilihat dari pernyataan seorang pejabat National Intelligence pada 1990-an, “itu akan lebih baik, karena kelebihan penduduk Afrika”. Juga seorang mantan pejabat UN Population Fund (UNFPA) yang mengeluarkan gurauan bahwa AIDS merupakan salah satu cara untuk pengendalian pertumbuhan penduduk di Afrika. Satu anggapan yang paling rasial adalah bahwa yang sehat akan lebih baik tanpa mereka yang tidak sehat.

Kedua, dengan melakukan karantina terhadap mereka yang positif HIV/AIDS, dengan kata lain mencegah, mereka untuk bergabung dengan masyarakat karena perbedaan karakter biologis mereka. tindakan ini dibenarkan dengan alasan untuk memastikan dan meningkatkan kesehatan penduduk. Sekuritsasi AIDS semacam ini, menurut Stefan Elbe, sudah mulai dilakukan di kalangan militer. Orang terinfeksi HIV akan dinon-aktifkan dari dinas militer karena mereka dianggap melemahkan efisiensi dan efektivitas kinerja militer, sehingga dapat merusak perlindungan terhadap penduduk sipil secara keseluruhan. Ketiga, pengidap HIV/AIDS dapat dicegah untuk melakukan perjalanan ke luar negeri. Dengan alasan kesehatan, pemerintah dapat menolak untuk mengeluarkan visa. 

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana cara untuk meminimalisir ancaman rasisme dan melakukan normalisasi pada sekuritisasi HIV/AIDS? Setidaknya ada tiga cara yaitu pertama, memasukan HIV AIDS sebagai ancaman keamanan selain menjadi ancaman kesehatan, ekonomi dan sosial. Tetapi tidak dengan melakukannya secara ekslusif dan tetap mempertimbangkan aspek-aspek HAM. Misalnya dengan tidak mempersulit penderita HIV/AIDS untuk mendapat pengobatan. Kedua, untuk mengsekuritisasi AIDS bukan hanya memakai kerangka keamanan nasional, akan tetapi memakai kerangka keamanan manusia. Kerangka keamanan manusia adalah berkaitan dengan pengobatan penyakit untuk kehidupan individu. Ketiga, ancaman rasisme juga dapat diminimalisir dengan mendesak sipil untuk merespon dan mencegah aktor keamanan melanggar HAM. Selain itu juga memasukan AIDS sebagai ancaman keamanan internasional.

Sekutitisasi juga HIV juga berdampak pada normalisasi (penormalan perilaku). Orang yang normal adalah orang yang tidak terkena penyakit. Sehingga ketika sekuritisasi HIV ini dimasukkan dalam agenda keamanan internasional diharapkan akan menormalkan perilaku-perilaku kelompok dengan memaksimalkan kesehatan penduduk. Menurut Foucault, teknik normalisasi yang digunakan oleh biopower adalah terkait dengan perilaku seksual. Biopower diperluka untuk menentukan bentuk seksualitas karena seks menentukan perilaku individu yang berdampak pada jumlah populasi.

Review of The Smuggling of Migrants: A Flourishing Activity of Transnational Organized Crime

Di era globalisasi seperi sekarang ini, jarak geografis tidak lagi menjadi hambatan yang serius. Dengan semakin samarnya batasan geografis ini, interaksi antar negara di dunia pun semakin intens. Dampaknya perekonomian dunia semakin tumbuh, terutama di negara-negara Eropa dan Amerika Utara. Hal inilah yang akhirnya menarik orang-orang yang hidup di dunia ketiga tertarik untuk mencari peruntungan di daerah industri tersebut. Akan tetapi banyaknya persyaratan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan izin tinggal (visa) membuat para calon imigran ini mencari cara-cara lain untuk mencapai tujuan mereka.
Di masa lalu pelayanan ini disediakan oleh beberapa orang yang berspesialisasi untuk dapat melewati suatu perbatasan secara ilegal dan menyelundupkan migran melalui jalan tersembunyi di pegunungan. Fenomena inilah akhirnya dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Penyeludupan manusia dan migrasi illegal ini telah menjadi bisnis yang bernilai jutan dolar. Sehingga kejahatan ini menjadi semakin terorganisir (Transnational Organized Crime). Berdasarkan laporan yang disampaikan oleh pemerintah Amerika Serikat pada 30 September 2004, lebih dari 350.000 imigran ilegal telah melintasi perbatasan AS dari meksiko. Sedangkan yang memasuki Eropa sebanyak 800.000 orang.
Modus yang digunakan untuk menyeludupka imigran sangat bervariasi. Salah satunya dengan menggunakan visa pelajar. Dengan menggunakan visa ini mereka dapat masuk ke negara tujuan. Namun, setelah visa ini berakhir, mereka tetap berada di negara tersebut. Sedangkan modus yang terjadi di Amerika utara adalah dengan menggunakan pesawat terbang. Contoh lainnya sepertiyang dilakukan oleh imigran dari Timur-Tegah dan Asia Selatan. Mereka terlebih dahulu masuk ke wilayah Malaysia, dan selanjutnya membuat perahu kecil untuk melewati Indonesia dan menuju Australia.
Terkait dengan masalah biaya, TOC menerapkan tiga macam harga berdasar pada cara yang mereka lakukan. Harga pertama yaitu dengan menyogok petugas yang berwenang di negara tujuan untuk mendapatkan dokumen imigran yang legal. Sedangkan yang kedua dengan pemalsuan izin tinggal dan terakhir dengan memasukkan mereka ke dalam sebuah peti yang diangkut oleh kapal kontainer. Terkait dengan rute yang dilalui untuk melakukan penyeludupn ini, Kepolisian Eropa mengidentifikasi rute untuk penyeludupan migran ke Uni Eropa melalui rute Mediterania (dari Timur ke Barat), rute Afrika Utara (dari Selatan ke Utara), rute Balkan (dari Tenggara ke Barat Laut), rute pesisir Atlantik Barat Afrika (dua subrute), rute Eropa Tengah dan Timur, dan rute Baltik.
Kerangka Legal: The UN TOC Convention and The Protocol On Smuggling Of Person
Konvensi PBB yang tentang TOC adalah konvensi yang dilakukan di Palermo, Italia pada 2000. dalam konvensi ini, TOC didefinisikan sebagai sebuah kejahatan yang terstruktur yang melibatkan tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk melakukan satu atau lebih tindakan kejahatan demi mendapatkan keuntungan. Ada tiga protokol penting yang Salah satunya adalah protokol yang melawan penyelundupan baik melalui darat, laut dan udara. Protokol itu mendefinisikan “penyelundupan migran” sebagai pengadaan, untuk memperoleh keuntungan keuangan dari memasukkan manusia secara ilegal kedalam sebuah negara dimana orang-orang tersebut bukanlah penduduk dari negara tersebut. Definisi ini menyebutkan bahwa jelaslah merupakan tindakan pidana untuk mendapatkan keuntungan.
Artikel 2 dari protokol mendefinisikan sebuah pernyataan dengan tujuan, yang mana “untuk mencegah dan memberantas penyelundupan para migran, sebaiknya mempromosikan kerjasama antar negara sebagai pihak yang mengakhiri, sambil melindungi hak dari migran yang diselundupkan”. Ada lagi tambahan, artikel 5 dari protokol jelas untuk negara “para migran tidak akan bertanggung jawab pada penuntutan pidana dibawah protokol ini untuk fakta dimana menjadi objek dari apa yang telah ditetapkan di artikel 6”.
Pertanyaannya adalah kenapa imigran gelap tidak termasuk ke dalam pelaku kriminil, tetapi mereka justru dikategorikan sebagai korban kejahatan TOC? Hal ini dikarenakan Secara tehnik, penyelundupan berakhir pada saat kedatangan, tetapi pada kenyataannya para migrant dalam tujuannya telah mendirikan kontrak dengan atau melalui organisasi yang sama, misalnya untuk mendapatkan pekerjaan. Disinalh mereka menjadi korban. Karena apabila mereka dieksploitir oleh TOC tersebut, mereka tentunya tidak akan bisa melakukan pembelaan. Status mereka sebagai imigran gelap membuat mereka tidak memiliki perlindungan hukum. Sehingga sering kali mereka menjadi objek bagi TOC untuk meraup keuntungan yang sangat besar. Karena mereka para imigran, telah menyerahkan hidup mereka di abawah kendali TOC tersebut.
Ketika para imigran gelap tersebut tertangkap, dan dideportasi mereka akan sangat dirugikan. Karena mereka telah membayar kepada TOC tersebut sebelum mereka berangkat. Sedangkan TOC ini cenderung melakukan manipulasi data untuk meraih keuntungan. Sehingga ketika mereka (imigran) dipulangkan mereka tidak akan mendapatkan keuntunga apa-apa.
Menurut The Australian Institute of Criminology, setidaknya ada 10 kategori agen yang berbeda dalam setiap peristiwa penyelundupan. Di badian atas organisasi tersebut ada seorang pengatur/penyandang dana yang menginvestasikan keuntungan dan mengawasi kegiatan penyelundupan. Yang kedua, Perekrut adalah perantara antara calon imigran dan penyandang dana. Selanjutnya, pengangkut adalah yang membawa dari bandara atau pelabuhan ke kota besar. Empat, pejabat publik yang korup, mereka menyediakan dokumen resmi izin, atau petugas bea cukai. Yang kelima, Informan adalah mereka yang mengumpulkan informasi mengenai pengawasan perbatasan peraturan imigrasi, sistem suaka dan aktivitas penegakan hukum. Yang ke enam, pemandu dan kru (bisanya supir kendaraan seperti supir taksi) mereka memindahkan para imigran secara illegal dari satu titik transit ke tempat lain dan mendampingi para pendatang sepanjang perjalanan. Selanjutnya, aparat penegak, bertanggung jawab untuk menjaga perintah antara migran selama perjalanan. Kedelapan, dept coletor, mereka bertanggung jawab mengumpulkan biaya, sering kali menggunakan ancaman dan kekerasan. Dan pencuci uang dalam jenis lain kegiatan ilegal memberikan keuntungan dalam jumlah besar. Diperlu untuk menyamarkan atau 'membersih' keuntungan tersebut dengan didukung oleh personil/staf pegawai dan para profesionalis. Serta yang terakhir adalah masyarakat setempat di titik embarkasi dan transit poin bertugas penampungan dan menyembunyikan migrant.
Telah jelas bahwa semua bentuk pkejahatan itu dilakukan atas dasar motif bisnis. Oleh karena itu, para imigran selalu menjadi objek eksploitasi tersebut. Meskipun di sisi lain, terkada justru para calon imigran inilah yang mencari cara lain untuk melakukan migrasi. Tetapi tetap saja yang mendapat keuntungan adalah para penyeludup tersebut. Terjadinya penyeludupan ini juga terjadi karena adanya permintaan pasar terhadap tenaga kerja yang murah. Oleh karena itu, peran pemerintah setiap negara sangat diperlukan untuk mencegahnya. Seperti dengan melakukan standarisasi upah minimum, juga dengan pengetatan syarat administrasi pekerja tidak hanya ditingkat birokrasi, tetapi juga hingga ke dalam perusahaan. Pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap perekrutan tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan. Sehingga tidak terjadi pengekploiasian manusia.

Review: Theory of International Relaton in Islam (Labeeb Ahmed Bsoul)

Tulisan ini merupakan review terhadap artikel yang ditulis oleh Labeeb Ahmed Bsoul, Ph.D


Islam secara kuantitas merupakan agama dengan penganut terbesar di dunia. Dalam kondisi globalisasi sekarang ini, hubungan antar negara semakin komplek. International Relations yang dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah Mu’amalat atau Siyar. Siyar berkaitan dengan hubungan antara Muslim dan non-Muslim. Sejak berakhir perang dingin dan terutama sekali pasca 11 September 2001, Islam dianggap sebagai ancaman bagi keamanan dan perdamaian dunia. Persepsi ini muncul karena para orientalis barat berpendapat bahwa setiap umat Islam wajib hukumnya untuk membunuh orang non-Muslim (kafir) ketika terjadi perang. Islam dianggap sebagai agama kekerasan
Akan tetapi, ada juga sebagian ilmuwan barat yang memiliki pandangan berbeda terhadap Islam. Seperti Sir Thomas Arnold yang berpendapat bahwa ekspansi agama Islam terjadi melalui cara-cara damai, khususnya melalui dakwah. Klaim bahwa Islam adalah agama kekerasan yang disebarkan dengan pedang adalah distorsi. Mengingat sebagian besar ilmuwan barat menganggap Islam sebagai agama perang, maka tidak ada salahnya jika kita juga melihat Dari sudut pandang pemaluk Islam itu sendiri. Bagaimana para pemeluk Islam menilai hubungan mereka dengan non-Muslim.
Menurut sumber Islam dan tradisi, Islam menunjukkan prinsip hubungan internasional antara bangsa-bangsa dalam hal hubungan antara mu'minun , dan mu'ahidun atau antara mu'minun dan orang tanpa 'ahd (perjanjian). Hubungan ini selanjutnya dibagi menjadi tiga kategori, muharibin , ahl al-'ahd dan ahl dzimmah . Berdasarkan kategori di atas, sarjana Muslim membagi dunia menjadi dua, yang dikenal sebagai Dar la-Islam (wilayah Islam) meliputi semua negara Islam dimana syariat Islam berlaku dan Dar al -Harb (wilayah perang atau wilayah non-Muslim memusuhi Muslim) dimana hukumnya tidak berdasarkan pada syriat Islam.
Menurut Shaybani, Dar al-Islam adalah wilayah yang berada dibawah otoritas Islam, atau dimana aturan Islam diterapkan, atau suatu wilayah di mana umat Islam hidup dalam keadaan perlindungan. Hal ini memungkinkan untuk kasus-kasus di mana non-Muslim berada di wilayah Muslim (ahlu al-dzimmah). Dar al-Harb, bisa menjadi Dar al-Islam dalam tiga kondisi, pertama dimana wilayah tersebut jatuh ke tangan umat Islam dan penduduknya masuk Islam. Kedua, wilayah tersebut dikuasai oleh Islam meskipun penduduknya tetap non-muslim. Ketiga, wilayah Islam yang dipengaruhi oleh Dar al-Harb yang kemudian ditebus oleh Islam.
Dengan demikian, Dar al-Islam tidak bergantung pada siapa penduduknya. Apakah mereka muslim atau non-muslim. Selama wilayah tersebut berada dibawah kekuasaan Islam, maka penduduk non-muslim yang disebut ahl al-dhimma berkewajiban membayar jizyah (pajak) dan mereka dapat hidup dengan aman, damai, dan tentram. Sedangkan menurut Sarakhsi, semua wilayah dimana umat Islam merasa terancam, tidak aman, dan menjadi sasaran ancaman merupakan bagian dari Dar al-Harb. Karena Dar al-Islam harus memberikan rasa aman bagi penduduknya.
Beberapa pemikir Islam modern juga memberikan pendapatnya mengenai Dar al-Islam. Diantaranya adalah Awdah 'Abd al-Qadir', menurutnya Dar al-Islam mencakup wilayah-wilayah di mana prinsip-prinsip hukum-hukum Islam diberlakukan atau di mana umat Islam mampu mempraktekkan hukum Islam. Sehingga setiap wilayah yang dihuni oleh mayoritas Muslim, atau tempat yang ditaklukkan oleh umat Islam dan diperintah oleh Islam (bahkan jika mayoritas penduduknya adalah non-muslim), juga setiap wilayah yang ditaklukkan dan dikuasai oleh non-Muslim dan Muslim bebas untuk melaksanakan aturan Islam, tetap disebut sebagai Dar al-Islam. Menurut abu Zahra Dar al-Islam adalah sebuah negara yang diperintah oleh otoritas Islam dan yang memiliki ketentuan untuk menetapkan apakah suatu aturan bisa ditegakkan atau dilarang. Sedangkan M. Rashid Ridha menganggapnya sebagai seluruh teritori dimana aturan Islam bisa diterapkan dan dipraktekkan.
Rafi'i al-Qazwini (w. 632/1226) menetapkan tiga kategori untuk menentukan status dar al-Islam: 1) bahwa dar harus dihuni oleh umat Islam, 2) harus ditaklukkan oleh Muslim, dan 3) dar harus telah dihuni oleh Muslim yang dievakuasi, sehingga kemudian berada di bawah kendali orang musyrik. Menurut dia, salah satu dari ini akan membuat dar sebagai bagian dari dar al-Islam, bahkan kategori ketiga, di mana beberapa ahli hukum sebelumnya dan kemudian berbeda. Namun, ia mempersempit kategori ketiga dengan menetapkan beberapa kondisi. Misalnya, ia menjelaskan bahwa, jika kaum musyrik mencegah kaum Muslim tinggal di wilayah di bawah kendali mereka, maka akan menjadi dar al-harb. Namun, jika mereka tidak memaksa umat Islam untuk pergi, maka akan tetap menjadi dar al-Islam meskipun fakta bahwa kontrol politik dar telah dipegang kepada non-Muslim.
Sedangkan Dar al-Harb Menurut Shaybani adalah wilayah di mana keputusan dan hukum berdasarkan prinsip-prinsip non-Islam, yang secara otoritatif diimplementasikan dan ditegakkan. Meskipun muslim melakukan perjanjian dengan non-muslim bahwa maturan tersebut tidak berlaku bagi mereka, wilayah tersebut tetap saja dianggap sebagai Dar al-Harb. Sedangkan menurut Sharakhsi suatu wilayah akan menjadi Dar al-Islam hanya jika aturan Islam yang diterapkan. Oleh karena itu, jika aturan Islam tidak diterapkan, maka Dar itu akan terus menjadi Dar al-Harb, karena berbasis pada struktur non-Islam hukum.
Menurut mayoritas ahli hukum Hanbali, Setiap kali sebuah wilayah di mana umat Islam berada di bawah ancaman, dan dimana keputusan berdasarkan pada polytheisme atau sistem non-Islam dikenakan, maka wilayah tersebut didefinisikan sebagai Dar al-Harb. Sedangkan menurut kalangan Syafi’i Dar al-Harb adalah Dar mana umat Islam dihalangi menjalankan agama mereka dengan bebas.
'Abd al-Qadir' Awdah mendefinisikan Dar al-Harb sebagai Dar yang mencakup semua wilayah non-Islam yang diatur oleh non-Muslim dan di mana hukum ditegakkan dalam wilayah yang didasarkan pada sumber-sumber non-Islam. Meskipun sistem pemerintahannya diterapakan melalui sistem tunggal atau multi-partai, selama muslim tidak bisa menegakan aturan islam, maka tetap saja disebut Dar al-Harb. 'Abd al-Wahhab Khallaf mendefinisikan dar al-harb sebagai dar yang memiliki hubungan damai dengan dar al-Islam meskipun hukum-hukum isllam tidak ditegakkan.
Suatu wilayah dapat dikatakan sebagai Dar al-Harb menurut abu Zahra ada tiga kondisi, pertama jika wilayah tersebut berada di bawah kendali non-muslim. Kedua jika wilayah Islam diserang dan takluk kepada non-muslim. Ketiga jika muslim dan ahlu dhimmi merasa tidak aman meskipun dibawah kendali umat Islam. Tetapi ada pendapat lain yang menambahkan yaitu, jika orang murtad dari Islam yang menguasai wilayah tersebut dan menerapkan hukum kemusyrikan (berdasarkan pada polytheisme). Dan terakhir jika Ahlu Dhimmi melakukan pemberontakan terhadap perjanjian yang telah ada dan mereka berhasil menguasainya.
Dar Al-'Ahd Dan Muwada'a
Suatu wlayah dapat dikatakan menjadi Dar al-Islam jika berada dalam salah satu diantara empat kondisi berikut; 1) penduduk suatu wilayah menjadi muslim dan tetap di wilayah mereka; 2) wilayah itu ditangkap dengan kekerasan, namun pemerintah memungkinkan muslim menegakkan hukum-hukum Islam; 3) warga non-muslim menerima hukum Islam di bawah perlindungan Islam dengan menjadi ahl al-dzimmah, dan 4) Jika wilayah ditaklukkan di bawah perjanjian damai di mana umat Islam diperbolehkan untuk menyelesaikan dan menerapkan dengan kharaj (pajak tanah).
Kondisi yang ke empat inilah yang disebut dengan Dar al-‘Ahd dan Muwada’a. Menurut shaybani, wilayah ini adalah bagian dari Dar al-Harb yang berdamai dengan umat Islam dengan membayar kharaj tahunan, atau upeti tetap, sebagai ganti karena mereka tidak menerapkan hukum islam dan untuk tidak memaksakan status dzimmah pada mereka. Jika salah satu warganya memasuki Dar al-Islam dengan kekayaan yang cukup, maka menurut kesepakatan rekonsiliasi, ia harus diberikan keamanan dan perlindungan. Sarakhsi membenarkan pendapat Shaybani dengan mengatakan bahwa dalam kasus ini, siapa pun yang memasuki Dar al-Islam, akan aman dan tidak menjadi dzimmi, selama dia tidak Harbi karena para ahkam Islam tidak berlaku kepada orang-orang (ahl) muwada'a. Selain itu, Dar tidak menjadi Dar al-Islam di bawah ketentuan rekonsiliasi ini karena tidak menegakkan hukum Islam.
Shaybani menambahkan bahwa jika seseorang pihak pada suatu muwada'a membunuh pihak lain untuk sama dalam Dar al-muwada'a, ia tidak akan dikenakan qisas (hukuman hukum), meskipun hal ini akan berlaku jika ia membunuh seorang musta'min (siapa saja yang telah diberi janji keamanan) di Dar al-Islam. Hal ini karena, menurut Sarakhsi, ahl al-muwada'a tidak memiliki komitmen untuk hukum Islam di bawah perjanjian rekonsiliasi, sehingga mereka dianggap Dar al-Harb.
Akan tetapi banyak ilmuwan barat menganggap Dar yang ketiga ini tidak ada. Sebagian besar ilmuwan hanya meyakini ada dua Dar yaitu Dar al-Islam dan al-Harb. Sehingga Dar al-'ahd dianggap sebagai wilayah sementara dan sering penengah antara Dar al-Islam dan Dar al-Harb.
Menurut penulis, sebagian besar pendapat para cendikia muslim diatas berprinsip bahwa Dar al-Islam akan tercipta jika konstitusi islam yang menjadi payung hukumnya. Namun, yang menarik adalah pendapat awdah 'Abd al-Qadir' dan Rafi'i al-Qazwini yang menyatakan bahwa suatu wilayah dapat dikatakan Dar al-Islam asalkan muslim dapat menjalankan ajaran dan prinsip keislaman. Berdasarkan pendapat ini, kondisi dunia internasional saat ini memiliki tendensi ke arah Dar al-Islam. Mengapa? Karena PBB sebagai lembaga supranasional memiliki konvensi HAM yang memberikan kebebasan prinsipil bagi setiap individu, salah satu untuk menjalankan agama. Begitu juga dengan jargon demokrasi yang berlandaskan pada Human Rights. Saat ini demokrasi menjadi sistem pemerintahan yang sangat diminati oleh banyak negara. Terutama pada aspek implementasi Human Rights.

Minggu, 25 September 2011

Transnational Crime, Corruption, and Information Technology

Seiring dengan semakin majunya perkembangan teknologi, dan semakin meningkatnya kuantitas pengguna teknologi informasi, maka akan semakin banyak pula tantangan yang harus dihadapi. Kemajuan ini tidak hanya memberikan dampak positif tetapi juga memberikan dampak negatif. Oleh karena itulah, maka pada tahun 2000 diadakan konferensi tentang Transnational Crime, Corruption Center, and Information teknology. Pertemuan ini bertujuan untuk membahas isu-isu kontemporer terkait dengan penyalahgunaan teknologi infomasi sebagai sarana kejahatan dan sangat berpotensi terjadinya tindakan korupsi. Mereka ingin memberikan solusi tetapi tanpa menghilangkan potensi ekonomi dari pemanfaatan perkembangan teknologi ini.
Konferensi ini berlangsung selama dua hari yaitu pada 30 November-1 Desember 2000 dan terbagi dalam enam panel. Panel pertama membahas Bagaimana teknologi informasi memfasilitasi kejahatan transnasional dan korupsi? Teknologi seperti e-mail, Internet Relay Chat, chat room, newsgroup, enkripsi , dan layanan anonymi online sering disebut-sebut sebagai penyedia akses untuk melakukan kejahatan dan cara-cara baru untuk mengoperasikan perusahaan terlarang. Layanan-layanan ini memberikan potensi untuk meningkatkan kejahatan karena dengan demikian aktivitas mereka menjadi tidak terlihat, lebih efektif, lebih efisien dan lebih rapi. Pemerintah pun akan semakin kesulitan untuk melacak siapa mereka yang melakukan tindakan tersebut. Tidak hanya itu, pemerintah pun sangat sulit untuk membuktikan apakah mereka benar-benar melakukan tindakan kejahatan. Dengan semakin canggihnya teknologi, khususnya internet, memudahkan seseorang untuk melakukan penipuan tanpa harus takut diketahui identitasnya. Karena pelaku tersebut dapat menyembunyikan identitasnya dengan menggunakan kode pengaman atau bahkan dengan memalsukan identitasnya. Selain itu, proyek pengembangan teknologi informasi juga berpotensi menjadi sasaran korupsi. Dalam proyek semacan ini sangat rentan sekali dengan suap-menyuap.
Menurut Michael Vatis, Direktur Pusat Perlindungan Infrastruktur Nasional (NIPC) FBI, teknologi informasi juga akan semakin mempermudah jaringan kejahatan. Karena dengan adanya sarana internet, membuat komunikasi mereka menjadi semakin efisien, cepat, aman, dan lintas batas. Kejahatan-kejahatan transnasional akan semakin terorganisir dengan baik. Selanjutnya, produksi perangkat-perangkat yang digunakan untuk mengembangkan tenologi informasi direkayasa (dibajak) sehingga hak kekayaan intelektual seseorang menjadi tidak ada harganya lagi. Selain itu, internet juga disalahgunakan untuk menyebarluaskan informasi-informasi yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan. Karena semua orang bisa mengaksesnya. Seperti informasi tentang teknik pembuatan bom secara sederhana.
Pada panel yang kedua, permasalahan yang dibahas masih seputar penyalahgunaan teknologi informasi untuk kejahatan transnasional dan korupsi tetapi dalam lingkup perspektif internasional. Teknologi informasi memang tidak secara signifikan berpotensi untuk dikorupsi, tetapi justru mempermudah aktivitas korupsi. Salah satu contohnya adalah seperti yang diberikan oleh Michael Hershman yaitu penggunaan internet untuk mentransfer uang. Koruptor dapat dengan mudah memindahkan uangnya ke luar negeri dan menyembunyikannya. Selanjutnya Dinkar Gupta menjelaskannya dengan mengambil contoh kasus di India. Ia memfokuskan pada tiga bidang masalah yaitu pertama, aktivitas kejahatan dalam konteks internet dan sistem komputer. Pembajakan perangkat lunak adalah area utama keprihatinan di India, karena hampir 90% dari perangkat lunak di India adalah bajakan. Kedua dalam bidang jaringan komputer, terutama yang dikuasai oleh negara. Mereka dapat menggunakan jaringan ini untuk melakukan konspirasi memanipulasi data. Ketiga, daerah akhir diskusi adalah telekomunikasi, terutama mengenai penggunaan ponsel. Ponsel sering digunakan oleh para penjahat untuk melakukan tindak kejahatan. Seperti untuk mengancam seseorang, menipu dan merencanakan kejahatan secara terorganisir. Bahkan ponsel sering digunakan oleh pelaku kejahatan yang ada di penjara untuk berkomunikasi dengan orang luar.
Pada panel yang ketiga, topik yang dibahas adalah masalah Enkripsi dan Privasi. Penggunaan enkripsi ini sangat dilematis. Di satu sisi, proteksi terhadap privasi individu sangat perlu dilakukan. Dengan adanya enkripsi individu akan merasa aman bahwa privasi terjamin. Namun, disisi lain penggunaan ekripsi ini menyebabkan para pelaku kejahatan semakin berani dan merasa aman dalam melakukan aktivitasnya. Dengan demikian mereka tidak akan takut kalau seandainya perilaku mereka akan dilacak. Karena mereka dapat memproteksi akun mereka melalui enkripsi ini. Enkripsi, menurut Dr Denning, digunakan dalam konteks yang berbeda, berbagai bentuk komunikasi, serta penyimpanan data. Untuk masalah privasi sendiri, atau "hak untuk dibiarkan sendiri." Hak pribadi itu harus diberikan jika ia memenfatkannya dengan sah. Namun seiring dengan Pertumbuhan berlanjut dari Internet dan, khususnya, hubungan antara besar sistem informasi terkomputerisasi telah menuntun beberapa industri untuk mencatat bahwa era privasi berakhir. Oleh karena itu Peracikan tantangan ini adalah untuk memastikan privasi sedemikian rupa sehingga informasi yang bergerak di jaringan dan untuk memastikan bahwa identitas diterapkan sedemikian rupa sehingga identitas sebenarnya seseorang dikonfirmasi. Dengan demikian, kesimpulan yang ditarik apa yang dijelaskan di atas adalah bahwa seseorang harus memiliki alat untuk melindungi dirinya. Kerahasiaan harus berada di bawah kendali individu dan harus memiliki perangkat keras, dan informasi tidak boleh memakai drive dalam bentuk "lunak" yang dapat menyebabkan pencurian dan penyalahgunaan. Solusi lain untuk memastikan privasi adalah bahwa smart card digunakan untuk menyelaraskan sistem informasi dan perangkat keras.
Selanjutnya, panel yang keempat membahas tentang jaringan digital. Dalam hal ini para panelis berusaha untuk mengidentifikasikan cara-cara komunikasi digital membantu kejahatan transnasional dan metode hukum untuk mengatasinya. Marc Zwillinger, melihat jaringan digital ini dari dua perspektif-yang dari masyarakat dan pemerintah. Ada tiga poin pengantar yang ia berikan yaitu pertama adalah semua organisasi non-pemerintah seperti majikan, pengiklan, dan situs e-commerce yang sedang memantau lalu lintas jaringan, lebih besar dari pemerintah, dalam hal yang melakukan pemantauan jaringan. Pemerintah, dengan kata lain, memainkan peran kecil dalam memantau lalu lintas jaringan. Kedua, pemerintah yang memiliki kapasitas teknologi untuk memonitor tidak berarti bahwa pemerintah memiliki hak untuk melakukannya. Ketiga, kadang-kadang pemantauan dapat menjadi hal yang baik. Contoh ini termasuk orang tua menginstal perangkat lunak pada komputer mereka sehingga mereka dapat memantau penggunaan Internet anak-anak mereka. hal ini akan lebih efektif dibandingkan menggunakan telepon, karena mereka bisa mengetik di komputer mereka dan orang lain melihat segala sesuatu yang mereka lakukan. Dengan demikian semua yang mereka lakukan bisa terpantau.
Untuk mencegat konten, penegakan hukum harus mengikuti kaidah-kaidah hukum yang mengatakan seseorang tidak bisa mencegat komunikasi elektronik kecuali ada perintah yang dikeluarkan. Dengan demikian, kami memiliki dua jenis pengawasan, pemerintah dan swasta, yang melibatkan berbagai jenis persyaratan untuk memerankannya. Selanjutnya Mike Godwin, membahas dampak pemantauan jaringan yang mengatakan harus berpikir tentang keseimbangan antara jenis privasi yang dihargai dalam masyarakat, dan keterbatasan pemerintah yang dinilai dalam masyarakat kami, dan kemampuan penegakan hukum untuk menegakkan aturan-aturan hukum. Masalah-masalah ini dipersulit oleh fakta bahwa individu-individu semakin banyak diberdayakan oleh teknologi baru. Hal ini lebih merupakan ancaman terhadap privasi individu dan mengarah ke suatu prerogatif pemerintah yang tidak selalu jelas dibatasi oleh kendala kebijakan legislatif atau lainnya.
Sedangkan pada panel yang kelima, pembahsan difokuskan pada pencarian solusi. Panel berusaha mengeksplorasi apa solusi atau strategi mitigasi untuk menghambat, membatasi, atau mencegah teknologi informasi memberikan manfaat bagi aktivitas kejahatan transnasional dan korupsi. Salah satunya adalah model strategi hukum yang dikembangkan dari hukum kejahatan transnasional terorganisir, menyerukan harmonisasi hukum yang lebih besar, lebih besar kerjasama penegakan hukum, dan pembinaan jaringan penegakan hukum. Model lain adalah yang diterapkan untuk pencucian uang-penamaan dan mempermalukan pusat-pusat keuangan luar negeri untuk mempengaruhi perilaku mereka. John Tritak, membahas pentingnya kemitraan publik-swasta dalam menanggapi ancaman dari kejahatan cyber. Kemitraan ini penting karena mereka memungkinkan mitra untuk mengelola dengan lebih baik risiko dalam era informasi seperti sekarang ini. solusi berdasarkan kemitraan publik-swasta lebih baik dari pada menggunakan rezim yang didasarkan pada peraturan. Untuk membahas kemitraan publik-swasta, pemerintah memiliki peran tertentu untuk bermain. Salah satunya adalah untuk membantu mendukung proses berbagi informasi, terutama dalam hal memberikan informasi tentang ancaman yang lebih tinggi yang tidak disadari, seperti kelompok teroris. Selain itu, untuk mengidentifikasi hambatan potensial untuk berbagi informasi atau untuk investasi yang akan meningkatkan pertukaran informasi, termasuk kekhawatiran seperti pelanggaran anti-trust. Dalam hal kemitraan publik-swasta dalam konteks lintas-sektoral, manfaat paling penting adalah pemerintah dapat memberikan bagi industri untuk mengelola masalah-masalah di dunia cyber.
Yang terakhir yaitu membahas tentang apa saja tantangan-tantangan yang akan dihadapi di masa depan. Lou Degni, menunjukan tantangan masa depan penegakan hukum akan dihadapi dalam menangani teknologi yang digunakan oleh organisasi kejahatan. Ada beberapa hal yang menyebakan penegakan hukum memiliki tantangan yang besar. Pertama, apa yang membuat teknologi digital yang menarik bagi penjahat adalah mobilitas mereka yang tawarkan, yang dalam dan dari dirinya sendiri menimbulkan kesulitan bagi penyadapan untuk memantau keran sekarang harus bergerak dengan perangkat komunikasi. Karena protokol transmisi digital, mobilitas dan enkripsi, perangkat ini menimbulkan tantangan untuk melakukan penegakan hukum yang sah, pengawasan elektronik yang berwenang, sehingga membutuhkan teknik intercept yang berbeda dari penegakan hukum yang digunakan yang ada. Kedua, penegakan hukum belum memiliki karyawan yang memenuhi syarat untuk menangani operasi teknologi intensif. Ketiga, penegakan hukum tidak kompetitif dalam hal gaji untuk insinyur teknologi. Akhirnya, penegakan hukum memiliki waktu yang sulit memberikan pelatihan yang lebih baru.
Dengan demikian kesimpulan yang dapat kita ambil adalah bahwa perkembangan teknologi informasi harus diiringi dengan regulasi yang tidak menghilangkan maupun membatasi manfaatnya bagi kehidupan. Pemberdayaan sumberdaya manusia harus terus dilakukan agar tidak mudah tertipu dan mengerti penggunaan teknologi informasi. Memang dampak negatif (penyalahgunaan) ini tidak bisa dihindari, tetapi setidaknya bisa diminimalisir. Oleh karena itu harus ada kerjasama semua pihak untuk menyelasaikan masalah penyalahgunaan teknologi informasi untuk kejahatan transnasional dan korupsi.

Richard Devetack, Critical Theory, dalam Scott Burchil (et al), theoris of internastional realtions. London: Palgrave, 4th ed, 2009, pp 159-182.

1. Summary Teori kritis berasal dari pemikiran Kant, Marx, Dan Hegel. Tujuan teori kritis adalah menghilangkan berbagai bentuk dominasi dan mendorong kebebasan, keadilan, dan persamaan dan sekaligu menganalisa ancaman-ancaman yang muncul dan menyelesaikannya. Inti dari teori kritis Mazhab Frankfrut ini adalah pemikiran untuk memahami sifat-sifat utama dari dari masyarakat kontemporer dengan memahami perkembangan sejarah dan sosialnya. Teori kritis harus meliputi refleksi teori dan mencatat asal-usul dan penerapan ilmu pengetahuan dalam masyarakat. Teori kritis berusaha untuk mengubah epistemologi dengan menggali akar ilmu pengetahuan dengan memberika perhatian kepada hubungan antara ilmu pengetahuan dan masyarakat. Dan berdasarkan hubungan inilah akhirnya ada pembedaan antara dua konsepsi teori. Pertama konsepsi tradisional yang mengharuskan seorang teoritikus lepas dari objek analisisnya (objektif). Sedangkan konsepsi teori menyangkal kemungkinan bebabs nilai dalam analsis sosial. Teori kritis membawa klaim ilmu pengetahuan ke dalam hubungan internasional dengan penelitian yang teliti secara kritis melalui dua cara. Pertama, membahas permasalahan antara konsep tradisional teori dan konsepsi teori kritis. Konsep tradisonal teori dinamakan sebagai Problem-Solving Theory oleh Robert Cox yang menganggap fakta, nilai, subjek, dan objek sangat mungkin untuk dipisahkan. Problem-Solving Theory memandang dunia apa adanya, dengan hubungan sosial dan kekuatan yang berlaku dan institusi-institusi dimana mereka diatur sebagai kerangka yang diberikan untuk tindakan. Tujuan umumnya adalah untuk memperlancar pelaksanaan sistem politik internasional yang terdesentralisasi. Sedangkan teori kritis berasumsi bahwa teori terkondisikan dalam waktu dan tempat tertentu (Theory is always for someone and for some purpose). Teori perlu untuk dikondisikan oleh pengaruh sosial, budaya, dan ideologis. Teori kritis menolak asumsi positivis yang mengharus kan fakta, nilai, subjek, dan objek harus dipisahkan. Etika, tidak seharusnya dipisahkan dari teori dan praktek hubungan internasional, tetapi seharusnya disatukan. Teori kritis berusaha untuk mempromosikan refleksivitas teoritis yang lebih besar. Melalui dua proses, yaitu yang pertama adalah 'kesadaran diri sendiri dari satu waktu sejarah dan tempat yang menentukan pertanyaan-pertanyaan yang mengklaim perhatian', yang kedua adalah 'upaya untuk memahami dinamika historis yang membawa kondisi di mana pertanyaan-pertanyaan ini muncul'. Sehingga mereka menolak anggapan yang menyatakan bahwa tatanan yang ada bersifat abadi. Yang kedua, menjelaskan hubungan antara teori kritis dan teori emansipasi. Teori kritis tidak hanya berkaitan dengan pemahaman realita yang ada di dunia politik, tetapi juga bermaksud untuk mengkritik dan mengubahnya. Inti dari emansipatoris teori kritis adalah untuk menjaga kebebasan, hubungan dominasi, komunikasi yang menyimpang dan pemahaman manusia yang membatasi kemampuannya untuk membuat masa depan mereka penuh dengan kesadaran. Konsepsi emansipasi yang di usung oleh teori kritis berasal dari sebuah hasil pemikiran yang menemukan asal-usulnya dalam proyek pencerahan. Proyek ini umumnya berkaitan pemutusan hubungan dengan bentuk-bentuk ketidakadilan di masa lalu untuk mendukung perkembangan keadaan yang diperlukan mencapai kebebasan universal. Teori kritis lebih fokus perhatiannya pada hubungan antara ilmu pengetahuan dan kepentingan dengan mengekspos sifat politis dari pembentukan ilmu pengetahuan. Dimensi praksiologis: etika kosmopolitan dan etika diskursus Teori internasional kritis berusaha memikirkan kembali makna masyarakat dan memperluas kewarganegaraan kosmopolitan dengan menambah sistem negara berdaulat dengan struktur pemerintahan global yang kosmopolitan. Linklater menguraikannya dalam istilah 'triple transformation', yang mengidentifikasi proses-proses yang memungkinkan membongkar hubungan antara kedaulatan, wilayah, kewarganegaraan dan nasionalisme dan bergerak menuju bentuk pemerintahan yang lebih kosmopolitan. Kuncinya adalah dengan memutuskan hubungan antara kedaulatan dan asosiasi politik yang merupakan bagian integral dari sistem Westphalia. Sehingga akan meninggalkan gagasan bahwa kekuasaan, otoritas, wilayah, dan kesetiaan harus difokuskan pada sebuah komunitas tunggal atau dimonopoli oleh satu pemerintahan. Dengan demikian akan menjadi 'decentre' negara dalam bentuk organisasi politik yang lebih kosmopolitan. Hal ini memerlukan negara untuk membangun dan menempatkannya dalam bentuk masyarakat internasional yang saling melengkapi. Linklater mendaftarkan tiga bentuk. Pertama, sebuah masyarakat pluralis dari negara-negara di mana prinsip-prinsip koeksistensi (hidup berdampingan) bekerja 'untuk melestarikan penghormatan terhadap kebebasan dan kesetaraan. Kedua, masyarakat 'solidaris' untuk tujuan moral yang substantif. Ketiga, kerangka Post-Westphalia dengan melepaskan beberapa kekuatan berdaulat negara agar bisa melembagakan norma-norma politik dan moral bersama. Inilah yang selanjutnya disebut dengan kosmopolitanisme dialogis yang berusaha untuk memperbanyak jenis dan tingkat komunitas politik agar mereka dapat berpartisipasi dan berkontribusai dalam proses pembuatan keputusan . Etika diskursus pada dasarnya adalah pendekatan yang ingin menyelesaikan isu-isu politik dalam kerangka moral. Seperti diuraikan oleh Habermas (1984: 99), etika diskursus dibangun berdasarkan kebutuhan untuk mengkomunikasikan subyek (persoalan) untuk menjelaskan keyakinan mereka dan tindakan dalam hal yang jelas kepada orang lain dan yang kemudian dapat mereka terima atau mereka tentang. Ada tiga ciri utama etika diskursus (wacana), pertama, adalah inclusionary (universal) yang berorientasi pada pembentukan dan pemeliharaan kondisi yang dibutuhkan bagi terciptanya dialog terbuka dan non-eksklusif (tidak mengecualikan salah satu pihak). Kedua, demokratis yang berdasarkan pada pengakuan kebebasan para partisipan untuk menggunakan 'rasionalitas argumentatif'’ untuk menyatakan persetujuan atau penolakan terhadap klaim validitas yang masih bisa dikritisi. Dengan menggabungkan dorongan inclusionary (universalis) dan demokratis, etika diskursus menyediakan mekanisme yang mampu menguji prinsip-prinsip, norma, atau pengaturan kelembagaan agar menjadi 'kebaikan yang sama untuk semua'. Ketiga, etika diskursus adalah sebuah bentuk rasionalisasi (penalaran) moral-praktis yang dibimbing oleh keadilan prosedural. Etika diskursus berkenaan dengan ‘justifikasi dan aplikasi norma (prinsip moral) yang menetapkan hak dan kewajiban bersama’ dalam situais perselisihan maupun konflik. Ada tiga implikasi umum etika diskursus. Pertama, etika diskursus menawarkan panduan prosedural untuk proses pengambilan keputusan yang demokratis. Etika diskursus menimbulkan pertanyaan bukan hanya tentang ‘siapa’ yang akan terlibat dalam proses pengambilan keputusan, tetapi juga 'bagaimana' dan' ‘di mana' keputusan-keputusan ini harus dibuat. Kedua, memberikan prosedur untuk meregulasikan konflik kekerasan dan memberikan resolusi yang bisa diterima oleh semua pihak yang berkonflik. Artinya dengan mefasilitasi pihak ketiga untuk mencapai resolusi konflik yang tidak hirarkis dan koersif. Ketiga, menawarkan cara mengkritik dan membenarkan prinsip-prinsip di mana manusia mengatur dirinya sendiri secara politis yang merefleksikan prinsip-prinsip inklusi dan eksklusi. 2. Daftar Konsep Politik : bidang yang berkitan dengan pencapaian kehidupan yang adil Hegemoni :suatu kesesuaian antara unsure kekuasaan, ideology dan kelembagaan yang membingkai pemikiran dan juga membatasi gerakan. Emansipatoris :kebebasan untuk menghilangkan hamabatan-hambatan yang dapat mengganggu orang untuk melakukan sesuatu secara bebas 3. Tujuan Penulis Tujuan penulis dalam buku ini adalah untur menjelaskan alternative teori dalam menganalisa hubungan internasional. Penulis berusaha untuk menggunakan pendekatan yang berdasarkan pada hubungan ilmu dengan nilai. Penulis ingin menunjukan bahwa proses pembuatan ilmu pengetahuan itu tidak lah netral dan selalu mengandung unsure politis. 4. Pandangan Mahasiswa Penjelasan yang teradapat dalam buku ini cukup kaya akan penjelasan sehingga dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca. Buku ini juga syarat akan penejelasan nilai dan etika namun konteks teori kritis tidak dijelaskan perebdaaan dengan post-sturkturalis ecara signifikan, sehingga tidak diketahui perbedaan keduanya dalam kesimpulan. 5. Apakah ilmu itu tidak boleh memihak (netral)? Tidak, ilmu harus memihak. Karena menurut kami, setiap penelitian pasti mempunyai tujuan untuk menjelaskan apa yang ia ingin jelaskan. Penelitian itu tidak selalu dilakukan untuk menghilangkan rasa penasaran, tetapi juga bisa dilakukan untuk menguatkan atau membantah yang telah ada, dalam artian, penelitian harus memihak terhadap apa yang kita yakini agar dapat menyampaikan penjelasan kita. seperti halnya seorang guru matematika yang menjelaskan kepada muridnya, dengan tujuan agar murid dapat memahami penjelasan guru tersebut.

Selasa, 03 Mei 2011

Rusia di bawah Kepemimpinan Mikhail Gorbachev

A. Latar Belakang
Uni Soviet mulai dibentuk sejak meletusnya Revolusi Rusia pada tanggal 25 Oktober 1917. Akan tetapi sejarah awalnya dimulai dengan kedatangan bangsa-bangsa Skandinavia yang dikenal sebagai bangsa Varangia yang dipimpin oleh Rurik dengan menyebrangi laut Baltik. Kemudian pada tahun 862 M ia memasuki kota Novgorod dan memerintah di sana. Pada tahun 882 M Rurik melakukan ekspansi dan menguasai Kiev, kota Slavia yang berkembang menjadi pusat perdagangan antara Skandinavia dan Konstantinopel.
Revolusi Rusia lahir sebagai reaksi kekecewaan rakyat kepada Tsar Nicholas II yang despotis (bentuk pemerintahan dengan satu penguasa baik individu maupun maupun kelompok dengan kekuasaan politik absolut) dan korup. Revolusi oktober ini digerakkan oleh kaum Bolshevik (Bolsyewik) di bawah pimpinan Vladimir Ilyich Lenin. Setelah berhasil merebut tampuk kekuasaan, Lenin mulai mengembangkan teritorial negara ke wilayah skitarnya. Ia kemudian membentuk federasi dengan Uni Soviet (Soviet yang berarti Dewan). Federasi ini dibentuk tanggal 30 Desember 1922 yang terdiri dari 15 negara bagian, yaitu: Rusia, Armenia, Azerbaijan, Belarusia, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgistan, Latvia, Lithuania, Moldova, Tajikistan, Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan.
Pada tahun 1924 Lenin meninggal dan digantikan oleh Joseph Stalin. Stalin memimpin Rusia dengan tangan besi. Ia sering menindas dan melenyapkan saingan politiknya. Bahkan tokoh sekaliber Leon Trotsky yang berjasa dalam Revolusi Rusia dipecat dan dibunuhnya. Sepeninggal Stalin, jabatan Sekjen Partai Komunis dipegang oleh Nikita Khruschev. Kemudian beralih kepada Leonid Breznev. Pada masa Breznev inilah, Uni Soviet mengalami kemerosotan di segala bidang. Tingkat pertumbuhan ekonomi menurun, korupsi merajalela dan produk pertanian yang kurang variatif.
Penerus pemerintahan Uni Soviet selanjutnya harus mewarisi kerusakan dan kemacetan ekonomi dari Breznev. Posisi sekjen Partai Komunis beralih kepada Yuri Andropov, dan selanjutnya kepada Konstantin Chernenko hingga akhirnya pada tahun 1985 posisi sekjen dipegang oleh Mikhail Gorbachev. Gorbachev menyadari bahwa kemorosotan ekonomi tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Oleh karena itu, ia ingin memulihkan kondisi politik dan ekonomi Uni Soviet melalui suatu reformasi. Untuk merealisasikan ambisinya, ia mengeluarkan ide reformasi berupa Perestroika (restrukturisasi), Glasnot (keterbukaan), dan uskoreniye (percepatan pertumbuhan ekonomi).


B. Peranan Mikhail Gorbachev dalam membangun Uni Soviet
Mikhail Gorbachev adalah seorang Politikus Rusia yang lahir pada 2 maret 1931. Ia menjabat sekjen Partai Komunis Uni Soviet (PKUS) atau Communist Party of Soviet Union (CPSU) menggantikan Konstantin Chernenko dan menjadi pemimpin terakhir Uni Soviet (1991). Dia lulus dari Universitas Moskow pada 1955 dengan gelar di bidang hukum. Ketika masih berada di kampus, ia bergabung dan aktif dalam Partai Komunis Uni Soviet (CPSU). Hingga akhirnya ia menjadi pemimpin partai pada 1985. Kebijakannya yang paling terkenal adalah Perestroika dan Glasnot.

I. Sekretaris Jendral Partai Komunis
Partai Komunis Uni Soviet(PKUS) atau Communist Party of Soviet Union (CPSU) merupakan partai poltik yang paling berkuasa di Uni Soviet. Partai ini dibentuk oleh Kaum Bolshevik. Setahun setelah Revolusi Oktober 1917, Bolshevik merubah namanya menjadi Partai Komunis Rusia, lalu berubah lagi menjadi Partai Uni Serikat Komunis (PUSK) pada 1925. Dua puluh tahun kemudian, Partai Uni Serikat Komunis diubah oleh Stalin menjadi Partai Komunis Uni Soviet (PKUS). Ia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PKUS sampai 1953. Partai ini tidak ada bedanya dengan pemerintah, karena CPSU merupakan satu-satunya partai yang dizinkan pemerintah. Dan setelah Stalin mendominasi Politburo, maka posisi sekjen menjadi sinonim dengan pemimpin partai dan merupakan penguasa de facto Uni Soviet.

Tabel 1
Perubaha Nama Partai Komunis Uni Soviet 1918-1991
Tahun Nama Partai
1918-1925 Partai Komunis Rusia (Communist Party of The Rusia)
1925-1945 Partai Uni Serikat Komunist
1945-1991 Partai Komunis Uni Soviet ( Communist Party of The Soviet Union)

Sejak masih kuliah di Universitas Moskow (University of Moskow), Gorbachev telah bergabung dengan Partai Komunis dan menjadi sangat aktif di dalamnya. Ketika menghadiri kongres partai kedua puluh dua pada Oktober 1961, Gorbachev merasa telah waktunya untuk meningkatkan karirnya dan menuju liga teritorial partai. Dia dipromosikan menjadi Kepala Departemen Organ Partai di Stavropol Kraikom Pertanian pada 1963. kemudian pada 1970 ia diangkat menjadi Sekretaris Pertama. Dalam posisi ini ia membantu reorganisasi pertanian kolektif, memperbaiki kondisi kehidupan pekerja, dan memberi mereka suara yang lebih besar dalam perencanaan. Dan pada 1971, ia menjadi anggota Komite Pusat Partai Komunis. Tiga tahun kemudian, ia diangkat menjadi wakil ke Soviet Tertinggi dan Ketua Komisi Tetap Urusan Pemuda. Selanjutnya pada 1978 ia diangkat ke Sekretariat Komite Pusat Pertanian, menggantikan Fyudor kolakov. Setahun kemudian Gorbachev diangkat menjadi Politbiro (kepala eksekutif dan komite pusat Partai Komunis), otoritas tertinggi di Uni Soviet dan menerima keanggotaan tetap pada 1980.
Selama Yuri Andropov menjabat sebagai sekjen, Gorbachev adalah orang paling menonjol dan paling aktif di Politbiro. dengan posisinya di CPSU, Gorbachev memiliki banyak kesempatan untuk bepergian ke luar negri. Dan ini sangat memperangaruhi pandangan sosial dan politiknya di masa depan sebagai pemimpin negara. Pada1972 ia melakukan kunjungan ke Belgia, dan tiga tahun kemudian memimpin delegasi Uni Soviet ke Jerman. Pada 1983 ia bertemu dengan Perdana Mentri Kanada Pierre Trudeau dan setahun kemudian berkunjung ke Inggris dan bertemu dengan Perdana Mentri Margaret Thatcher.
Setelah kematian Androp[ov pada 1984, posisi sekjen Partai Komunis dijabat oleh Konstantin Chernenko. Namun kepemimpinan Chernenko tidak berlangsung lama dan hanya bertahan satu tahun. Hal ini dikarenakan Konstantin Chernenko sudah berusia lanjut dan ia memiliki gaya kepemimpinan yang berakar pada tradisi Leonid Breznev, sekjen ketiga CPSU (lihat tabel 2). Sehingga akhirnya pada 11 Maret 1985 Chernenko meninggal dan tiga jam kemudian Mikhail Gorbachev terpilih menjadi Sekjen.

Tabel 2
Sekretaris Jendral Partai Komunis Uni Soviet
No Sekjen Masa Jabatan
1 Joseph Stalin 03 April 1922-05 Maret 1953
2 Nikita Khruschev 07 September 1953-14 Oktober 1964
3 Leonid Breznev 14 Oktober 1964-10 November 1982
4 Yuri Andropov 12 November 1982-09 Februari 1984
5 Konstantin Chernenko 13 Februari-1984-10 Maret 1985
6 Mikhail Gorbachev 11 Maret 1985-25 Desember 1991


II. Kebijakan Politik
Setelah resmi menjadi sekjen dan penguasa de facto Uni Soviet, Gorbachev memiliki tujuan untuk memulihkan kembali kondisi perekonomian yang mengalami kemunduran pada masa Breznev. Dia mengusulkan suatu Program Pembaharuan Samar (Vague Programme of Reform). Dia menyerukan agar secepatnya melakukan modernisasi dan peningkatan teknologi industri serta produktivitas pertanian. Dia juga berusaha melakukan reformasi birokrasi menjadi lebih efisien. Ide perubahan pertama yang ia kenalkan adalah kampanye anti alkohol yang dimulai pada Mei 1985. Maka harga vodka, anggur, dan bir terangkat dan penjualannya pun dibatasi. Program ini membuat pendapatan pemerintah menjadi menurun karena penjualan alkohol akhirnya bermigrasi ke pasar gelap (Black Market). Program ini terbukti menjadi simbol yang berguna bagi perubahan di Uni Soviet. Ide pembaharuan Gorbachev yang terkenal dan membawa perubahan yang signifikan serta secara tidak langsung menyebabkan keruntuhan Uni Soviet adalah Perestroka (restrukturisasi) dan Glasnot (keterbukaan).

A. Perestroika
Perestroika (restrukturisasi) adalah menata kembali berbagai kebijakan di semua bidang yang ditujukan untuk memajukan Uni Soviet. Kebijakan ini digunakan untuk mengatasi stagnasi ekonomi dengan menciptakan mekanisme yang dapat diandalkan dan efektif untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Menurut Gorbachev sendiri Perestroika adalah konferensi pembangunan demokrasi, sosialis pemerintahan sendiri, mendorong inisiatif dan usaha kreatif,...hal ini sangat menghormati individu dan pertimbangan untuk martabat pribadi (conference of development of democracy, sovialist self-goverment, encouragement of initiative and cretive,.... It is utmost respect for the individual and cosideration for the personal dignity). Sebagai contoh adalah di bidang ekonomi yang dijalankan adalah dengan mengadopsi beberapa elemen New Economic Policy (NEP) dari Lenin. Restriksi (pembatasan) pada koperasi dan relaksasi pada aturan ketat kepemilikan dicabut. Begitu juga kebijakan tentang perdagangan internasional dan investasi asing yang ketat sedikit demi sedikit dikurangi. Kontrol negara pada perusahaan-perusahaan negara juga dikurangi. Kebijakan sosial yang dikenang oleh banyak orang adalah mengenai peningkatan disiplin kader partai dan pekerja serta kampanye anti konsumsi alkohol di kalangan kader partai dan pekerja.

B. Glasnot
Perubahan yang lebih dramatis dan lebih radikal selama kepemimpinan Gorbachev adalah kebijakan yang dikenal dengan Glasnot (transparasi atau keterbukaan) untuk membuka akses publik kepada informasi dan menghapuskan sensor yang selama ini diberlakukan negara. Glasnot bermakna lebih membuka diri pada pergaulan internasional dan memperluas partisipasi masyarakat dalam negara. Gorbachev tampak benar-benar ingin membuat suatu peradaban yang baru dengan adanya kesamaan hak dan kewajiban serta tidak adanya pertentangan dalam dunia internasional. Hal ini dibuktikan dengan dibebaskannya tahana politik terkenal Andrei Sakharop pada Desember 1986. Dia juga menggeser orientasi kebijakan luar negri Uni Soviet ke arah yang lebih independen, mengurangi anggaran belanja pertahanan. Dan juga secara serius melakukan negosiasi untuk mengakhiri perang dingin dengan negara barat.
tujuan Gorbachev melalui Glasnot adalah untuk menekan kaum konservatif dalam Partai Komunis yang menentang kebijakan Perestroikanya, dan ia juga berharap melalui keterbukaan, kebebasan berbicara diberikan lebih bebas sehingga partisipasi masyarakat akan timbul untuk mendukung ide-ide pembaharuannya.
Keputusan Gorbachev yang dinilai paling berani adalah perubahan undang-undang pemilu 1988. Dia mengusulkan pembentukan eksekutif baru dalam sistem presidensil, serta unsur legislatif baru yang akan disebut Kongres Deputi Rakyat (Congress of People's Deputies). Pemilihan Kongres Deputi Rakyat (KDR) diadakan di seluruh Uni Soviet pada Maret dan April 1989. Ini merupakan pemilu bebas pertama sejak Revolusi Oktober. Dan akhirnya pada 25 Mei 1989, Gorbachev menjabat Ketua Soviet Tertinggi (Chairman of the Supreme Soviet) atau Kepala Negara. Keterbukaan yang dibawa oleh Gorbachev disambut dengan sangat cepat oleh beragam kalangan masyarakat. Glasnot mempercepat kesadaran akan masalah kedaulatan nasional. Sehingga akhirnya memunculkan nasionalisme yang berlebihan dan menjurus kepada keinginan untuk melepaskan diri dari Uni Soviet. Hal ini tidak lain karena Uni Soviet dibentuk melalui penaklukan dan kekuatan militer dengan penganiayaan terhadap jutaan orang. Gorbachev tidak siap menghadapi kondisi yang mengejutkan ini, sehingga mendorong kelompok garis keras di Partai Komunis melakukan kudeta pada Agustus 1991. Peristiwa ini dikenal dengan Kudeta Agustus. Meskipun gagal menurunkan Gorbachev, namun reputasinya semakin menurun. Sehingga akhirnya dia mengundurkan diri sebagai Sekjen Partai Komunis.

III. Keruntuhan Uni Soviet
Melalui reformasi ekonomi dan politik, Gorbachev berusaha membawa Uni Soviet kepada kehidupan yang lebih baik. Sejak diterapkan ide pembaharuan, tumbuh suatu suasana yang lebih hidup di Uni Soviet. Akan tetapi di lain pihak, kebijakan Gorbachev menimbulkan dampak yang tidak diduga sebelumnya. Pertentangan sosial dalam masyarakat muncul. Arus keterbukaan yang dilancarkan tidak bisa membendung keinginan untuk mengubah tatanan kenegaraan ke arah sistem demokrasi ala barat dan tumbuhnya nasionalisme di negara-negara bagian yang menuntut kedaulatan mereka dan hak untuk melepas diri dari Uni Soviet.
Keadaan ekonomi tidak membaik bahkan menjadi lebih buruk dengan reformasi yang dijalankan. Krisis politik yang berkepanjangan mendorong kelompok garis keras di Partai Komunis Uni Soviet yang menamakan diri sebagai Komite Darurat Nasional (State Emergency Committee) di bawah pimpinan Gennadi Yanayev mencoba melakukan kudeta pada 19 Agustus 1991 yang dikenal dengan "Kudeta Agustus". Selama waktu ini, Gorbachev menghabiskan waktu tiga hari (19,20,21 Agustus) di dalam tahanan rumah di Krimea. Akan tetapi usaha perebutan kekuasaan ini dapat digagalkan oleh Boris Yeltsin, pemimpin kelompok radikal (kelompok yang mendukung reformasi dan ingin meninggalkan komunisme). Gorbachev berhasil dibebaskan dan dikembalikan kepada kekuasaan.
Gorbachev memang selamat dari kudeta, tetapi reputasinya makin menurun. Dan lebih ironisnya lagi, Kudeta Agustus ini malah melambungkan nama Boris Yeltsin di pentas politik. Gorbachev juga menghadapi kesulitan ekonomi dalam negeri yang semakin parah. Selain itu, kelompok militer mulai terpecah-pecah dan negara- negara bagian banyak yang menuntut kemerdekaan. Pada saat itulah seakan-akan timbul kekosongan pimpinan pusat dan negara dalam keadaan Vacuum of power. Apalagi kemudian disusul dengan pernyataan pengunduran diri Gorbachev sebagai Sekjen Partai Komunis Uni Soviet. Hanya dalam hitungan hari kemudian, semua kegiatan partai komunis dibekukan.
Mikhail Gorbachev akhirnya tersingkir dari panggung politik tidak lama setelah pengunduran dirinya. Kekuasaan kemudian diambil alih oleh Boris Yeltsin. Namun sayang sekali, tindakan Yeltsin tidak didukung semua negara bagian di Uni Soviet. pergeseran kekuasaan berlangsung cepat, gerak ke arah pemisahan diri tidak bisa dibendung lagi. Satu per satu negara bagian memerdekakan diri. Sebelumnya Lithuania pada tanggal 11 Maret 1990 telah melepaskan diri. kemudian disusul oleh Estonia tanggal 20 Agustus 1991 dan Latvia tanggal 21 Agustus 1991serta 12 negara bagian lainnya antara tanggal 21 Agustus hingga 22 September 1991. Akibatnya, runtuhlah negara adi daya Uni Soviet. Pada 8 Desember 1991, Yeltsin bertemu dengan presiden Ukraina dan Belarusia di hutan Belovezh, dekat Brest, Belarusia. Mereka menyepakati untuk membentuk persemakmuran negara-negara merdeka (Commonwealth of Independent States atau CIS) dibawah pimpinan Rusia. Akhirnya pada 25 Desember, Mikhail Gorbachev mengudurkan diri secara resmi, dan sehari kemudian Uni Soviet secara resmi juga akhirnya dibubarkan (ada yang berpendapat Uni Soviet dibubarkan secara resmi saat disetujuinya Perjanjian Belavezha, pada 08 Desember 1991).
C. Kesimpulan dan Analisis
Uni Soviet adalah satu-satunya negara yang bisa mengimbangi kekuatan Amerika Serikat setelah perang dunia kedua. Meskipun tidak terjadi kontak fisik antar keduanya, tetapi persaingan yang terjadi adalah persaingan ideologi dan teknologi pertahanan. Sehingga dikenal dengan sebutan Perang Dingin. Dengan sistem pemerintahan Despotisme, Uni Soviet mampu membangun sebuah negara komunis yang besar dan sangat berpengaruh.
Ketegangan akhirnya menurun ketika Mikhail Gorbachev menjabat sebagai Presiden Uni Soviet sejak 1989. Kelonggaran pemerintahan Gorbachev membawa perubahan yang signifikan di internal negara. Lahirnya kebijakan perestroika dan glasnot membuat keinginan negara-negara yang ada dibawah Uni Soviet untuk merdeka semakin menguat.sehingga akhirnya pada akhir 1991 Uni Soviet bubar dan berubah menjadi Republik Rusia dibawah pimpinan Boris yeltsin.
Sistem pemerintahan yang berjalan di masa kepemimpinan Mikhail Gorbachev sangat sesuai dengan yang dijelaskan oleh Profesor Miriam Budiardjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Politik”. Kongres Deputi Rakyat (KDR) atau Congress of People’s Deputies (CPD atau DPR-nya Uni Soviet) memang memiliki kekuasaan yang sangat luas (M.B. hal 305). Hal ini dikarenakan partai yang diizinkan pada saat itu hanya satu partai yaitu Partai Komunis Uni Soviet (Communist Party of The Soviet Union). Sehingga yang duduk di kursi kongres adalah orang-orang dari partai tersebut. Presedium (para pimpinan kongres) memang sinonim dengan pemerintah, sedangkan ketua presedium disebut juga sebagai Presiden Uni Soviet. Terbukti setelah pemilu 1989 Mikhail Gorbachev menjadi Ketua Soviet Tertinggi dan dinyatakan sebagai kepala negara.
Jika kabinet dianggap lebih luas berkuasa (M.B. hal 306), saya tidak setuju karena pada kenyataannya justru Presiden Mikhail Gorbachev lebih dominan dalam pengambilan keputusan. Contohnya adalah ketika ia mengubah UU pemilu 1988. juga dengan adanya pembebasan para tawanan politik. Sedangkat kabinet pada saat itu hanya mengikuti kebijakan presiden. Dan ada satu hal yang saya pertanyakan di dalam buku Profesor Miriam Budiardjo ini, di sana tertulis bahwa UU pemilu yang dirubah oleh Mikhail Gorbachev adalah tahun 1998 (M.B. hal 149). Sedangkan Gorbachev berkuasa hanya sampai 1991. Dan yang sebenarnya adalah UU Pemilu 1988 bukan 1998.

Selasa, 19 April 2011

Thinking About IR Theory & Positivism (International Relations Theory (4th ed), New York, Longman 2010 Paul R. Viotti & Mark V. Kauppi)

a. Chapter 1 : Thinking About IR theory
Di era globalisasi sekarang ini, Hubungan Internasional tidak hanya membahas hubungan antarnegara, tetapi juga hubungan dengan aktor-aktor lainnya, seperti organisasi internasional (NGO), perusahaan multinasional (MNC), kelompok-kelompok kepentingan seperti teroris. Dengan demikian, perspektif yang digunakan pun semakin beragam dan kompleks. Setidaknya ada empat perspektif yang digunakan; yaitu realisme meliputi realisme klasik dan neo-realisme yang menjadikan negara sebagai aktor terpenting, liberalisme (termasuk neo-liberalisme) yang menganggap adanya aktor selain negara, strukturalisme ekonomi yang menyatakan bahwa semua aktor harus dilihat dari faktor ekonomi (kelas sosial, yaitu proletar dan borjuis), dan terakhir The English school yang menganggap kegiatan politik juga terjadi karena adanya komponen rasional berupa norma-norma dan institusi.
Perspektif bukanlah teori. Teori adalah cara yang digunakan untuk memahami dunia dengan meliputi penjelasan deskriptif dari fenomena yang fenomena diobservasi dan dipertemukan dengan penjelasan sebab-akibat (dari mana hal ini terjadi) yang berdasarkan pada fakta yang jelas (positivis). Sedangkan perspektif adalah cara kita melihat dunia, yang kemudian mempengaruhi kita dalam merumuskan sebuah teori. Banyaknya perspektif menandakan banyak perbedaan ontologi (ontology menunjukkan pada bagaimana kita melihat/memandang dunia ini dan esensi dari semua benda yang ada di sekitar kita). Oleh karena itu, perspektif dibagi ke dalam empat kasifikasi; yaitu pertama perspektif dilihat sebagai bentuk dari pemahaman interpretif (Interpretive understanding), kedua sebagai tipe yang ideal yang masing-masing menekankan pada sejumlah pendekatan teoritis yang beragam yang tampaknya sama, ketiga sebagai gambaran umum dari asumsi-asumsi kunci dari masing-masing perspektif yang mungkin memberikan kesan yang keliru bahwa perspektif-perspektif ini saling eksklusif dalam segala hal, dan yang terakhir perspektif yang cenderung lebih fokus pada apa yang dipelajari daripada bagaiman untuk melakukan seperti belajar.
Perspektif bisa mempengaruhi dalam perumusan teori dan tentunya akan sedikit menyulitkan kita untuk berpikir secara teoritis. Oleh karena itu James N. Rosenau Membuat sembilan prasyarat untuk berteori, yaitu menghindari memperlakukan pekerjaan sebagaimana merumuskan teori, mempunyai kejelasan apakah ingin menggunakan teori empiris atau teori nilai, sanggup mengurus hubungannya dengan orang lain dan kebutuhan yang mendasarinya, selalu bertanya (tentang setiap peristiwa, setiap situasi, atau setiap fenomena yang diamati) "apakah sesuatu bisa diambil sebagai contoh?", bisa menghargai dan menerima pendapat yang memiliki penjelasan lebih rinci untuk pengamatan yang luas, harus menghargai terhadap arti yang berbeda, memperhatikan keraguan, dan tidak meyakini kemutlakan, harus bergelut dengan fenomena internasional, harus dengan tulus dalam melakukan pemikiran terhadap fenomena internasional, dan selalu siap untuk mengakui kesalahan.
Dalam menganalisa suatu fenomena internasional, menurut Kenneth Waltz, setidaknya ada tiga level analisis; yaitu level analisis individu, level analisis Negara dan masyarakat, dan level analisis sistem internasional. Ketika menggunakan level analisis individu, maka fokus utamanya pada individu kunci dan aktor. Aspek individu meliputi kepribadian, kegiatan dan pilihannya yang dapat berkontribusi pada terjadinya suatu tindakan politis. Individu di sini biasanya terkait dengan pengambil keputusan. Oleh karena itu, menurut Waltz untuk mencapai sesuatu yang lebih baik (perdamaian) maka manusia (individu) harus dirubah baik secara intelektual, maupun psikologis-sosial. Tingkat analisis kedua, difokuskan pada aspek organisasi internal (negara) sebagai faktor kunci untuk memahami pola hubungan internasional (perang dan damai), karena menurut Waltz individu tidak mungkin menjadi faktor penentu (determinan) dalam mengambil keputusan. Dalam konteks peperangan, karakteristik yang relevan dari suatu negara meliputi jenis pemerintahan, sistem ekonomi, politik domestik, dan kepentingan nasional. Perang dan damai adalah produk dari negara, karena jika negara memiliki struktur yang baik maka akan mengakibatkan adanya perdamaian. Ketiga, yaitu level sistem internasional. Titik utamanya pada sistem anarki. Dengan banyaknya negara yang berdaulat, apalagi diiringi dengan ketiadaan sistem hukum yang mengatur hubungan antarnegara sangat berpotensi untuk menyebabkan terjadinya perang. Karena tidak ada kekuatan sentral yang dapat mencegah kekerasan. Ketiga tingkat analisis ini dapat digunakan untuk mempelajari penyebab atau informasi latar belakang mengenai masalah apapun dalam dunia politik, baik itu terkait perang, konflik, maupun kerjasama. Karena setiap tingkat analisis akan membantu kita untuk memahami karakteristik individu, pemimpin, negara dan sistem internasional.
b. Chapter 7 : Positivism, Critical Theory, and Postmodern Understanding
Positivisme percaya bahwa objektivitas ilmu pengetahuan sangat mungkin. Sehingga mereka berkomitmen untuk melakukan tradisi rasionalisme. Pertentangan antara rasionalisme yang menekankan logika yang ditemukan dalam aturan deduksi dan kaum empiris yang membuat metode pengambilan kesimpulan secara induktif dari apa yang mereka observasi yang pada akhirnya melahirkan sebuah pendekatan saintifik rasional yang baru (sintesis empiris tetap menjadi landasan utama positivisme). David Hume, orang yang membuat metode pengambilan kesimpulan melalui asas kausalitas. Namun, ia juga meyakini bahwa kausaitas tidak serta merta bisa langsung diobservasi tapi hanya sebuah kontruksi yang digunakan oleh manusia untuk membuat apa yang mereka teliti agar dapat dipahami aatu diprediksi. Selanjutnya John Stuart Mill mengembangkan bentuk Induksi yang akan memperkenankan ilmuwan ilmu sosial dan ilmu alam untuk mengambil klaim kebenaran kausal dengan menggunakan metode sistematis atau serangkain tes yang spesifik maupun metode untuk mengobservasi sebuah fenomena. Mill membuat lima macam aturan sebab akibat, yaitu metode persetujuan (agreement), metode pertentangan (difference), penggabunga metode agreement dan difference, metode variasi yang bersamaan (concomitant variation), dan metode sisa.

REVIEW: A Plea for Engendering Human Security (Anuradha M. Chenoy)

Ketika membaca judul artikel ini, yang terpikir dalam benak saya adalah keinginan untuk memberikan rasa aman kepada seluruh umat manusia. Namun setelah saya mendalami lebih lanjut, ternyata hal yang dibahas lebih spesifik yaitu keamanan bagi kaum perempuan (Women’s Security); terutama kesetaraan gender. Alasan yang disampaikan oleh penulis artikel ini adalah bahwa berdasarkan pengalaman sejarah, terutama pada masa konflik senjata, perempuan selalu merasa tidak aman. Padahal mereka juga manusia. Hal ini terjadi karena pada masa itu yang menjadi prioritas adalah keamanan nasional (kedaulatan) dimana wanita dianggap sebagai kaum yang lemah, sehingga posisi mereka tidak terlalu diperhitungkan.
Konsep Human Security pada dasar ingin memperluas bahasan mengenai keamanan dengan menekankan bahwa apapun dari hak-hak manusia dan kebutuhannya harus terjamin. Setiap manusia berhak untuk memiliki akses penyaluran minat, kemampuan dan equalitas tanpa ada diskriminasi baik secara ekonomi, status sosial, maupun gender. Human Security berusaha untuk melengkapi keamanan negara dengan memperluas dan demokratisasi keamanan karena masalah seperti politik identitas, atau mengabaikan keadilan sosial dapat menjadi tema sentral keamanan nasional, sama seperti persaingan antar-etnis atau konflik sektarian. Keamanan bukan hanya refleksi dari utuh wilayah teritori, tetapi lebih dari itu. Namun pada kenyataannya, Human Security tidak selalu menjadi jaminan bagi kaum wanita untuk ikut berpartisipasi dan mendapatkan keamanan. Ketidakamanan (diskriminasi) perempuan seringkali terjadi dalam dalam keluarga, masyarakat maupun negara. Oleh karena itu, menrut penulis artikel ini, konsep ini harus dicanangkan agar semua manusia mendapat hak yang sama tanpa terkecuali.
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ada diskriminasi ini? Hal ini terjadi karena dunia internasional menganut paham realisme yang menganggap sistem internasional berdasarkan pada sistem yang anarkis, sehingga kebutuhan yang paling dibutuhkan kebutuhan militer sebagai tameng untuk survival. Hal ini dikarena konsep keamanan tradisional mengacu pada keamanan negara, kedaulatan, dan mempertahankan hegemoni negara. Dengan demikian posisi terdepan menjadi milik kaum pria yang diasumsikan memiliki keuatan, sedangkan wanita identik dengan ketidakberdayaan. akan tetapi pandangan ini berlaku jika dilihat dari segi kekuatan dan kemampuan secara fisik. Namun jika mengacu pada aspek non-fisik, saya tidak setuju jika menganggap wanita berada dalam ketidakberdayaan atau lebih lemah dari perempuan. hal ini dikarena dalam menyelesaikan sebuah konflik mereka tentu tidak akan mengacu pada harga diri secara faktual, tetapi lebih mengedapankan pada rasionalitas akan efek negatif dari sebuah konflik. Mereka menggabungkan politik, ssosial, dan afeksi dalam perilaku politiknya.
Oleh karena itulah pendekatan Human Security serius untuk mengatasi masalah diskriminasi gender. Bahkan kuminitas internasional sekarang ini telah mengakui adanya hak-hak kaum wanita. Hal inimdapat terlihat dari aturan perang internasional yang melarang untuk melakukan pembunuhan terhadap kaum wanita. Ini disebabkan setelah terjadinya konflik wanita tetao mengalami masalah ketidakamana, sednangkan kaum lelaki setelah berakhirnya peperangan maka akan kembali lagi kepada rutinitas mereka lagi. Namun, posisi wanita masih dilihat sebagai ibu, bukan sebagai kesetaraan sebagai sesama manusia. Wanita dianggap karena ia adalah ibu dari dari anak-anak. Sehingga ada istilah ibu bangsa. Perempuan hanya dibangun sebagai simbol kebudayaan..
Human Security berpendapat bahwa saat ini konflik paling banyak disebabkan oleh alasan-alasan internal. Human Security berpendapat bahwa masalah internal muncul ketika masyarakat yang hak-haknya ditolak dan mereka menderita kemiskinan, kesenjangan, ketidakadilan, dengan demikian hak-dak asasi setiap manusia harus diberikan seutuhanya. Aturan-aturan hukum yang tidak merefleksikan kesetaraan harus segera diamandemen, karena seringkali negara mengabaikan hak-hak individu karena mereka tidak menghormati aturan hukum padahal aturan tersebut justru menunjukan adanya diskriminasi sosial. Oleh karena itu, Human Security sangat fokus dalam menperjuangkan kesetaraan gender. Karena perempuan juga memiliki kebutuhan khusus, hak-hak kaum perempuan harus diberikan secara simultan dan tidak harus berada setelah keamanan orang lain. Konsep Human Security telah diakui sebagai bagian penting dari masyarakat sipil karena dianggap perlu untuk menjamin keamanan dan sebagai prasyarat utama untuk memastikan pemberian hak manusia secara utuh dan tejaminnya keadilan sosial.
Mengapa masalah perlu diangkat? Masalah gender diangkat berdasarkan pada teori demokrasi {yang menjamin semua hak asasi manusia harus diberikan secara mutlak. Selama hak-hak individu tersebut tidak melanggar hak-hak individu lainnya. Jadi, hak asasi tetap ada batsnya yaitu pada hak asasi yang dimiliki oleh orang lain (asas resiprokal)}. Perempuan harus berjuang untuk memperoleh kesetaraan dan peluang inji ada jika semua negara menerapkan sistem demokrasi. Tapi menurut saya tidak harus sistem demokrasi, sistem islam pun mengakui adanya hak-hak perempuan. Terjaminnya keamanan perempuan bukan berarti tidak adanya lagi kekrasan terhadap mereka. Tetapi juga meliputi hak untuk mendapatkan akses ke pemerintahan, mendapatkan pendidikandan kesempatan untuk menentukan pilihan. Banyak negera-negara barat yang menggunakan pendekatan gender untuk menyelesaikan konflik internal. Namun keamanan tradisional (negara) tetap mengutamak aspek militer yang sealu menjadi agenda kebijakan luar negeri mereka. ini karena pandangan yang digunakan adalan asumsi bahwa sisterm internasional adalah sistem yang anarkis.
Human Security menunjukan pada pemngembangan ekuitas. Keamanan akan tercipta jika dilakukan pemberdayaan hak asasi manusia dan pembangunan manusia. Mereka berpendapat bahwa jika negara yang mengabaikan etika sosial tidak akan bisa melindungi rakyatnya dari ancaman konflik. Kesetaraan bagi kaum perempuan harus terus diperjuangkan. Tidak hanya sebatas posisi mereka sebagai ibu, seperti sekarang ini tetapi lebih karena mereka juga memiliki hak yang sama sebagai manusia. Konsep Human Security yang berbasis Women’s Security harus dimunculkan dan harus diakui oleh dunia internasional.

Selasa, 29 Maret 2011

Pemikiran Politik Sayyid Quthb

A. Mengenal Sayid Quthb
Sayid Qutb adalah salah seorang tokoh pemikir islam yang sangat berpengaruh. Sayyid Qutb dilahirkan di provinsi Asyut, selatan Mesir pada tahun 1906. Pendidikannya sampai usia 27 tahun cukup keras. Orang tuanya sebagai ulama terkenal pada waktu itu mendidik dengan keras. Sayyid Qutb bersekolah di Masdrasah Ibtidaiyah sampai tahun 1918, dan pada umur 10 tahun sudah hapal Alquran. Setelah itu, Sayyid Qutb karena ingin menjadi guru melanjutkan pendidikannya di sekolah guru yang diselesaikannya pada tahun 1928. Kemudian belajar kembali di Darul Ulum, sebuah universitas model barat (yang hasan albana juga sekolah disana), dan selesai pada tahun 1933. Setelah itu Sayyid Qutb kemudian menjadi guru yang berada dibawah naungan menteri pendidikan Mesir.
Kementerian pendidikan Mesir mengirimnya ke Amerika Serikat untuk melakukan penelitian tentang metode pengajaran di Barat. Di Amerika dia menghabiskan waktu selama 2 tahun dari 1948 sampai 1950 sampai ia berhasil meraih gelar MA dari University of Northern Colorado. Pengalaman di Amerika sangat membekas, sampai dia menulis buku yang berjudul “Amerika yang Pernah Aku Lihat”. Kemarahan dan perasaan Islam sebagai Agama yang bisa menyelesaikan segala persoalan menariknya untuk bergabung dalam gerakan Ikhwanul Muslimin pada tahun 1951, di usianya yang ke-45.
Inilah saat ia merasa dirinya baru dilahirkan, setelah 25 tahun umurnya dihabiskan dengan al-Aqaad, sebuah kelompok seni dan syair. Qutb merasakan ketidakbenaran dalam langkah yang dia ambil. Akhirnya sekitar tahun 1945, setelah Sayyid Qutb menyaksikan Hasan al-Bana, pendiri al-Ikhwan dibunuh, Qutb merasa simpati dan kemudian mengkaji sosok Hasan al-Bana.
Pada waktu itu, dia merasa tidak mempunyai nilai dan harga apa-apa dibandingkan Hassan Albana. Albana, pendiri ikhwanul muslimin, dihukum mati karena bertentangan dengan pemerintah sekuler pada waktu itu dalam membangun bangsa. IM sangat menentang dominasi barat di Mesir, dan menurut mereka, cara menyelesaikan persoalan adalah dengan kembali kepada Islam, termasuk dalam mengatur pemerintahan. Hanya saja, Naserlah yang berhasil menumbangkan pemerintahan monarky tersebut dan menggantinya dengan system republic, dalam upaya mewujudkan Pan-Arabism pada tahun 1952. Beberapa orang sebenarnya mendukung sayid qutb untuk bergabung dengan naser supaya dapat merubah system pendidikan Mesir, hanya saja Naser terlanjur mengelompokkan Qutb ke dalam kelompok Islamis. Sayyid Qutb kemudian dipenjara selama sepuluh tahun dari 1954, masa ketika ia berhasil menyelesaikan tafsir fi dzilalil quran.
Tafsir ini sangat terpengaruh dengan pengalamannya di IM. Banyak pemikiran Sayyid Qutb terutama tentang cara berhukum terhadap hukum Allah yang dibahas. Kekuasaan semata-mata hanya milik Allah, bukan pemerintahan yang dholim. Mereka justru perlu diperangi. Hal inilah yang menyebabkan qutb pada tahun 1965 dihukum gantung oleh Naser.
Dalam al-Ikhwan, sekalipun tidak pernah menjabat sebagai pemimpin, Qutb telah dinobatkan sebagai pemikir nomor dua setelah Hasan al-Bana. Pemikiran Sayyid Qutb banyak berpengaruh terhadap gerakan Islam diberbagai negara, seperti di Syiria, Libanon, Tunisia dan Sudan, tidak hanya dikalangan sunni tetapi juga di kalangan Syiah.
B. Pemikiran politik Sayyid Quthb
Sayyid Quthub, barangkali, saat ini merupakan seorang ilmuwan Muslim yang banyak mendapat sorotan. Namanya, banyak dikaitkan dengan kebangkitan radikalisme di dunia Islam. Tak jarang yang kemudian bersikap alergi terhadap pemikirannya. Tapi, secara ilmiah, sikap apriori semacam itu tentu saja keliru. Banyak karya besar telah dilahirkannya. Salah satunya, Tafsir Fi Dzilalil Quran. Diantara pemikiran menarik dari Sayyid Quthub adalah teori tentang “keadilan sosial”.
Akan tetapi dalam makalah ini kami hanya menjelaskan beberapa dari pemikiran yang pernah dilahirkan oleh sayyid Quthb. Kami lebih konsen pada pemikirannya dalam bidang pemerintahan dan politik. Fokus pembahasan kami yaitu pada konsep pemerintahan supra nasional, persamaan hak antara para pemeluk berbagai agama, tiga asas politik pemerintahan islam, bentuk keadilan dalam islam, dan terakhir politik pemerintahan dalam islam.
1. Konsep Pemerintahan Supra Nasional
Sayyid quthb memiliki suatu konsep tentang pemerintahan yang ideal dalam islam. Menurutnya, pemerintahan yang paling bagus adalah pemerintahan supra nasional. Dalam sistem ini, wilayah negara meliputi seluruh dunia islam dengan sentralisasi kekuasaan pada pemerintah pusat. Yang dikelola atas prinsip persamaan penuh antara semua umat islam yang terdapat diseluruh penjuru dunia islam, tanpa adanya fanatisme ras dan kedaerahan. Tentang pemanfaatan potensi pendapatan yang dimiliki oleh daerah, diutamakan dipakai untuk kepentingan daerah itu sendiri, dan apabila masih ada lebihnya, maka akan disetorkan ke bait al-mal atau perbendaharaan pemerintah pusat sebagai milik bersama kaum muslimin yang akan dipergunakan untuk kepentingan bersama saat dibutuhkan.
2. Persamaan hak antara para pemeluk berbagai agama
Dalam hal ini negara islam akan menjamin secara penuh hak-hak orang dzimmi dan kaum musrikin yang terikat perjanjian damai dengan kaum muslimin, hak-hak mereka akan betul-betul ditegakkan atas dasar kemanusiaan, tanpa membedakan pemeluk agama yang satu dengan pemeuk agama yang lain apabila sampai pada persoalan kebutuhan manusia pada umumnya. Dan negara iskam juga memberikan jaminan persamaan yang mutlak dan sempurna kepada masyarakat, dan bertujuan merealisasi kesatuan kemanusiaan dalam bidang peribadatan dan sistem kemasyarakatan .
3. Tiga Asas Politik Pemerintahan Islam
Politik pemerintahan dalam islam dibangun atas asas :
a. Keadilan Penguasa
Keadilan yang mutlak harus diterapkan dalam pemerintahan islam. Seorang penguasa harus berlaku adil, landasan hukumnya adalah
“sesungguhnya Allah memerintah kamu untuk berlaku adil...” (Q.S. 16:90)
“sesungguhnya orang yang paling dicintai dan dekat kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat nanti adalah pemimpin yang adil,....” (Q.S. 5:8)
Seorang penguasa dalam mengeluarkan keputusan dan kebijakannya tidak terpengaruh oleh kepentingan atau keuntungan bagi kalangan tertentu. Suatu keadilan tidak terpengaruh oleh sebab apapun juga. Setiap individu berhak menikmati keadilan yang sama, tidak ada diskriminasi antara menreka yang muncul karena nasab dan kekayaan, karena uang dan pangkat sebagaimana yang ada pada umat di luar Islam, walaupun antara kaum muslimin dan non islam itu terdapat permusuhan dan kebencian. Sungguh ini merupakan nilai keadilan yang belum pernah dicapai oleh Hukum Internasional manapun dan juga oleh hukum local manapun sampai detik ini.
Yang paling penting untuk diketahui tentang keadilan Islam ini adalah bahwa ia bukan semata-mata sekedar teori- teori mati, tetapi telah terbukti dalam kenyataan hidup sehari-hari.
b. Ketaatan Rakyat
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasulnya, dan orang-orang yang memegang kekuasaan di antara kamu...” (Q.S. 4:59).
Ketaatan kepada pemegang kekuasaan (pemerintah) merupakan kelanjutan dari ketaatan terhadap Allah swt dan Rasul-Nya, sebab menaati waliul amri dalam islam bukanlah karena jabatan mereka, melainkan karena mereka melaksanakan syari’at Allah dan Rosu-Nya. Jadi, jika seorang penguasa menjalankan pemerintahan tidak sesuai dengan tuntunan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip islam, maka hilanglah kewajiban kita untuk tunduk dan taat pada penguasa tersebut. Seperti sabda Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
”setiap muslim, suka atau tidak, wajib patuh dan taat pada ketentuan yang telah ditetapkan (oleh penguasa), kecuali jika ia diperintahkan untuk melakukan kemaksiatan.”
Dengan demikian keteaatan rakyat kepada penguasa hanyalah terbats dan terikat pada pelaksanaan syariat islam semata, tanpa persyaratan lain yang tidak adil dalam pemerintahan dan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
c. Musyawarah antara Penguasa dan Rakyat
Musyawarah merupakan salah satu prinsip pemerintahan Islam, sedangkan teknis pelaksanaanya secara khusus tidak ditertapkan. Dengan demikian bentuknya tergantung pada kebutuhan saja. Musyawarah juga merupakan sistem dan lembaga tertinggi yang telah ditetapkan oleh islam. Tujuannya adalah agar penguasa mengetahui apakah keputusan dan kebijakan yang telah diambilnya benar-benar sesuai dengan kondisi dan dapat diterima oleh masyarakat secara keseluruhan. Sehingga bukan hanya bagi kepetingan tertentu saja. Dalilnya adalah qur’an surat As-Syuura ayat 38:
”...dan urusan mereka diputuskan dengan jalan musyawarah antar mereka...’
Namun, dalam konsep ini, masih belum dijelaskan oleh Quthb secara spesifik tentang ”rakyat”. Rakyat yang manakah yang akan ikut berpartisipasi dalam musyawarah tersebut? Apakah seluruh masyarakat?atau golonga tertentu saja yang memilki kapasitas dan kemampuan yang dipilih oleh pemerintah sesuai dengan bidang-bidang mereka masing-masing. Atau melalui wakil-wakil tertentu yang dipilih oleh rakyat seperti yang ada dalam sistem demokrasi yang menjadi acuan banyak negara.
4. Bentuk Keadilan Sosial Dalam Islam
Dalam bukunya Al-‘Adalah al-Ijtima‘iyyah fi al-Islam (Keadilan Sosial dalam Islam) Qutb tidak menafsirkan Islam sebagai sistem moralitas yang usang. Tetapi, ia adalah kekuatan sosial dan politik konkret di seluruh dunia Muslim. Di sini Qutb melawan Ali Abd al-Raziq dan Taha Hussein yang menyatakan bahwa Islam dan politik itu tidak bersesuaian. Qutb menyatakan tidak adanya alasan untuk memisahkan Islam dengan perwujudan-perwujudan yang berbeda dari masyarakat dan politik.
Sangat susah bagi kita untuk memahami apa itu keadailan sosial sebelum kita kita bisa memahami konsep ”keseluruhan” islam tentang alam, kehidupan, dan manusia. Islam tidak memisah-misahkan segala elemen yang ada dalam dunia ini, dan tidak juga menghadapi maslah-masalah yang terpisah satu sama lainnya. Semua persoalan yang saling terkait satu sama lainnya. Hal ini dikarenakan islam memiliki konse yang menyeluruh tentang alam, kehidupan, dan manusia.
Islam memilki bentuk hubungan antara Tuhan dengan Makhluk-nya, hubungan antar sesama makhluk (baik antara manusia dengan alam, maupun antara manusia dengan manusia lainnya), antara individu dengan masyarakat, antara individu dengan negara, dan bahkan antara generasi yang satu dengan generasi yang lainnya. Bentuk hubungan inilah yang selanjutnya disebut oleh Quthb sebagai Filsafat atau Konsep Islam.
Islam adalah agama kesatuan antara ibadah dan muamalah, antara akidah dan perbuatan, material dan spritual, nilai-nilai ekonomi dan nilai-nilai moral, dunia dan akhirat, serta bumi dan langit. Dari kesatuan besar ini, lahirlah ketentuan dan ketetapan, serta arah dan batasan-batasannya.
Dalam pandangan islam, kehidupan adalah saling tolond menolong dan salin membantu, tidak ada pertentangan dan permusuhan, semuanya itu merupakan realisasi kepentingan individu dan masyarakat. Segala sesuatu yang tidak haram, berarti boleh dilakukan. OLeh karena itulah, menurut islam keadalian tidak harus sama tanpa ada perbedaan. Keadilan yang mutlak pasti membutuhkan perbedaan, tetapi memberi kesempatan yang merata dan luas kepada mayarakat untuk menjalani kehidupan. Tetapi tidak keluar dari prinsip-prinsip keagamaan (islam).
Islam tidak menginginkan semua orang memilki jumlah kekayaan yang sama dalam hal ekonomi. Karena hal itu sangat tidak mungkin terjadi. Tetapi islam tidak menghalakan segala kemewahan yang hanya mendorong manusia hanya tertuju pada khidupan materi (dunia), tunduk pada nafsu syahwatnya, dan menciptakan kelas-kelas yang berbeda dalam masyarakat.
Menurut Qutb, keadilan sosial dalam Islam mempunyai karakter khusus, yaitu kesatuan yang harmoni. Islam memandang manusia sebagai kesatuan harmoni dan sebagai bagian dari harmoni yang lebih luas dari alam raya di bawah arahan Penciptanya. Keadilan Islam menyeimbangkan kapasitas dan keterbatasan manusia, individu dan kelompok, masalah ekonomi dan spiritual dan variasi-variasi dalam kemampuan individu. Ia berpihak pada kesamaan kesempatan dan mendorong kompetisi. Ia menjamin kehidupan minimum bagi setiap orang dan menentang kemewahan, tetapi tidak mengharapkan kesamaan kekayaan.
5. Politik pemerintahan dalam islam.
Sayyid Qutb juga konsen terhadap kesengsaraan yang menimpa rakyat dengan penguasa yang dinilai lalim. Ia menuntut dan melakukan berbagai penentangan terutama melalui tulisannya dalam menciptakan suasana keadilan. Menurutnya pemerintah pada hakikatnya adalah pemegang amanat rakyat untuk menjalankan syariah. Pemimpin dipilih oleh rakyat yang paham Islam dengan cara voting. Meskipun seperti demokrasi Sayyid Qutb tidak setuju dengan demokrasi sepenuhnya. Demokrasi harus tertetap berada dibawah tuntunan syariat.
Dalam hal zakat misalnya, supaya terbangun keadilan yang sesungguhnya, maka pemerintah wajib memaksa rakyat untuk membayar zakat. Jika pemerintah tidak malakukan syariat seperti ini berarti pemerintah tersebut lalim.
Sistem politik islam dibangun atas dua konsep, yaitu konsep kesatuan manusia dalam jenis, watak, dan pertumbuhan; dan konsep bahwa islam adalah sistem universal yang abadi bagi masa depan kehidupan manusian.
Politik pemerinthan dalam islam dibangun diatas asas yang bersumber dari hati nurani, lebih dari sekedar dibangun diatas asas syariat. Politik pemerintahan islam dibangun atas asas bahwa Allah swt itu selalu hadir dalam setiap saat disisi para penguasa, dan rakyat mengawasi segala sesuatunya. Pemimpin dan kepemimpinan, kedua-duanya membutuhkan bimbingan Allah dalam semua segi pelaksanaannya dan takut kepada Allah merupakan jaminan terakhir bagi terealisasinya keadilan.
Namun, tidak boleh pula dipahami bahwa sistem sosial politik islam hanya dibangun atas asas yang bersumber dari hati nurani saja. Akan tetapi yang mesti kita pahami adalah bahwa dalam islam ada jaminan lain selain yang ditetapkan melalui syariat. Inilah yang membuatnya berbeda dengan sistem-sistem yang lain yang semata-mata didasarkan pada asas undang-undang semata.

6. Pujian dan Kritik terhadap Pemikiran Sayyid Quthb
Hamid Algar, dalam pengantarnya untuk buku Social Justice in Islam, menyatakan, bahwa Sayyid Qutb dapat dilihat sebagai orang yang pertama di dunia Islam yang mengartikulasikan masalah keadilan sosial pada zaman modern. Teori keadilan sosialnya begitu sentral dalam pemikirannya. Teori ini dipertahankannya sehingga akhir hayatnya. Barangkali karena topik inilah yang memberikan sambungan antara teologi dan realitas sosial, suatu sambungan yang menjadi inti dari pemikirannya, yaitu Islam sebagai kekuatan sosial dan politik yang konkret.
Menurut Shepard (1996), walaupun topik yang diambil itu agak sekular yaitu keadilan sosial, Qutb mengakhirinya dengan teosentrisme penuh dengan titik tekan pada pelaksanaan Syari’ah sebagai jembatan untuk merealisasikan keadilan sosial. Demikian itu karena, bagi Qutb, hanya Allah lah yang mengetahui cara merealisasikan keadilan sosial yang benar. Maka apa yang Allah gambarkan dalam al-Qur’an dan yang dilaksanakan oleh Nabi-Nya itulah yang perlu diikuti. Dan warisan itu adalah pelaksanaan Syari’ah.
Sumber:
Quthb, Sayyid. Keadilan Sosial Dalam Islam
Sjadzali, H. Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta: penerbit Universitas Indonesia, 2003.

Review Film Blood Diamond

Cerita yang diangkat dalam film ini adalah tentang perdagangan berlian secara illegal. Perdagangan illegal ini dilakukan dengan memanfaaatkan keadaan yang sedang terjadi di Sierra Leone yaitu terjadinya perang antara pemerintah dengan pemberontak. Kalangan pemberontak yang disebut Fron Revolusi (Revolutioner United Front; RUF) melakukan penambangan berlian secara illegal dan kemudian menjualnya untuk digunakan sebagai dana pembelian senjata.
Konflik ini terjadi di Sierra Leone (sebuah negara di Afrika Barat) pada tahun 1999. Berlian merupakan salah satu sumber alam yang diseludupkan ke pasar bebas oleh RUF melalui Liberia. Film ini mendeskripsikan dengan baik konflik yang trjadi di Afrika. Bahkan anak kecil pun bisa dijadikan sebagai pembunuh yag sadis. Mereka menjelaskan bagaimana tingginya tingkat korupsi dan konspirasi yang tertata dengan baik. Perdagangan berlian dilakukan secara terorganisir dan rapi.
Pada awalnya, film ini menceritakan seorang ayah, nelayan yang bernama Solomon Vandy (Djimon Hounsou), ia memiliki anak yang bernama Dia Vandy (Caruso Kuypers). Dia memiliki cita-cita menjadi seorang dokter. Oleh karena itulah Solomon menyekolahkan anaknya. Namun, pada suatu hari ketika Solomon dan Dia sedang sedang berjalan-jalan, datanglah pasukan RUF yang melakukan penyerangan. Banyak dari penduduk Kono (desa tempat Solomon tinggal) yang terbunuh, tetapi ada sebagian yang disandera sebagai pekerja di pertambangan berlian. Solomon termasuk salah satu diantara mereka yang tertangkap. Dan keluarganya berhasil kabur. Namun selanjutnya, anaknya (Dia) pun tertangkap dan dijadikan tentara anak oleh RUF.
Ketika sedang mencari berlian, Solomon menemukan sebuah berlian yang sangat besar. Kemudian ia sembunyikan di jari kakinya. Namun hal itu diketahui oleh RUF dan memaksanya untuk menyerahkan berlian tersebut. Ketika ia hendak menyerahkan berlian tersebut, datanglah pasukan pemerintah menyerang penambangan. Berlian tersebut kemudian dikubur oleh Solomon dan ia tertangkap. Di penjara ia bertemu dengan Danny Archer (Leonardo DiCaprio), seorang tentara bayaran dari Afrika Selatan. Archer tahu bahwa Solomon memiliki berlian. Oleh karena itu, setelah keluar dari penjara, Archer menawarkan Solomon untuk bekerja sama.
Archer memberi Solomon tawaran bahwa ia akan membantu Solomon untuk mencari keluarganya, asalkan Solomon mau memberikan berlian tersebut kepadanya. Setelah mereka berdua setuju, maka mereka berdua mencari berlian tersebut. Namun, sebelum mencari berlian tersebut, mereka berdua terlebih dahulu mencari keluarga Solomon. Untuk itulah, Archer meminta bantuan Maddy Bower (Jennifer Connelly) seorang wartwan majalah Vital Affairs dari New York, Amerika. Mereka bertiga mengunjungi kamp pengungsian dan menemukan istri dan anak Solomon. Namun anak sulungnya (Dia) tidak ada. Barulah kemudian mereka mulai mencari berlian.
Maddy, seorang wartawan amerika tersebut mau membantu Archer karena ia membutuhkan informasi tentang penyeludupan berlian. Sedangkan Archer mengetahui informasi yang banyak tentang penyeludupan tersebut. Di sini terlihat bahwa ketiga orang tersebut memiliki kepentingan yang berneda-beda. Solomon menginginkan keluarganya kembali, Archer berambisi untuk mendapatkan berlian agar ia bisa segera lari dari Afrika, sedangkan Maddy butuh informasi yang lengkap tentang aksi perdagangan berlian illegal yang melibatkan seorang pengusaha intan terkenal Van De Kaap. Namun, ketiganya tetap bisa bekerja sama dengan baik.
Mereka bertiga mengunjungi kamp militer pimpinan kolonel Coetzee. Kolonel pun kahirnya meminta Archer agar ikut bersama pasukan mereka menyerang pasukan RUF. Namun Archer tidak mau. Justru ia mencuri beberapa senjata yang ada di kamp tersebut dengan bantuan Maddy untuk mengalihkan perhatian penjaga. Setelah itu ia dan Solomon pergi mencari berlian tersebut ke daerah Kono berdua, sedangkan Maddy harus dievakuasi keluar dari wilayah konflik. Setelah sampai di dekat tempat tujuan, terjadi konflik antara keduanya. Archer ingin agar mereka tidak langsung ke kamp pemberontak, sedangkan Solomon ingin langsung ke sana dengan tujuan mencari anaknya.
Archer menjelaskan ke Maddy bagaimana cara mereka menyeludupkan berlian. Mereka dibantu oleh aparat pemerintah dengan melakukan penyuapan. Ia juga menjelaskan bagaimana Van De Kaap melakukan penimbunan berlian agar harganya tetap mahal. Sehingga mereka bisa mengontrol harga berlian. Ia juga memberikan bukti berupa selembar cek. Dengan bukti itulah kemudian Maddy menuliskan beritanya.
Akhirnya, mereka berhasil menyusup mendekati kamp RUF. Mereka menyusun rencana penyerangan. Archer menelepon kolonel Coetzee dan memberitahukan di mana posisi RUF. Kolonel menyatakan akan melakukan penyerangan besok dan Archer setuju. Namun, pada malamnya Solomon nekat masuk ke kamp RUF untuk mencari anaknya. Ia melihat anaknya sedang bermain judi dan ia sangat marah. Solomon memaksa anaknya untuk pulang. Tetapi Dia menolak dan terjadi keributan. Solomon ditangkap oleh RUF. Pada paginya, ia dipaksa oleh pimpinan RUF untuk memberitahukan di mana ia menguburkan berlian dengan mengancam akan membunuh anaknya jika ia tidak mau. Tidak lama kemudian kamp RUF diserang oleh pasukan kolonel Coetzee. Sehingga suasana menjadi kacau. Solomon akhirnya akhirnya mencari pimpinan RUF dan membunuhnya.
Setelah RUF berhasil ditaklukan, kolone Coetzee memaksa Archer agar meminta Solomon untuk memberitahukan tempat berlian. Mereka juga memanfaatkan Dia. Ketika sampai di bukit tempat berlian disembunyikan, Solomon menggali tanah mencari berliannya. Setelah berlian ditemukan, Archer menyerang kolonel dan membunuhnya. Tetapi kemudian Dia mengancam akan menembak Archer. Setelah dinasehati oleh Solomon, akhirnya Dia sadar dan mereka pun lari. Mereka lari ke ujung tebing dengan harapan akan dijemput oleh Nabil, temannya Archer. Namun Archer tidak mampu lagi meneruskan pelarian, karena ia tertembak oleh kapten ketika terjadi keributan saat mengambil berlian. Dan akhirnya ia memberikan berlian tersebut kepada Solomon. Ia menyuruh Solomon untuk pergi ke Conarky daerah Guinea dan bertemu dengan Maddy agar membantunya menjualkan berlian tersebut. Archer pun akhirnya meninggal karena luka tembak tersebut.
Setelah bertemu dengan Maddy, mereka pergi ke London. Solomon akhirnya menjual berliannya kepada Van De Kaap dan ia bertemu dengan keluarganya. Tidak lama setelah itu, dunia dikejutkan dengan berita yang dipublikasikan oleh Maddy. Banyak orang melakukan demonstrasi menanyakan kebenaran berita tersebut kepada Van De Kaap. Dan kahirnya Solomon diundang untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya yang terjadi di Benua Afrika. Dan akhirnya, penyeludupan berlian berhasil dihentikan.
Film ini menggambarkan secara kompleks permasalahan yang ada di Afrika. Bagaimana sebuah konflik internal di sebuah negara dimanfaatkan oleh orang lain untuk mengambil sumber daya yang ada di negara tersebut. Bagaimana pembunuhan yang dilakukan secara sadis. Dan bagaimana anak kecil menjadi pembunuh yang tidak kenal belas kasihan. Bagaimana kepentingan diri sendiri menjadi hal yang diutamakan. Bahakan teman sendiri pun bisa diperalat. Oleh karena itulah film ini diberi judul “Blood Diamond” dengan mengacu pada proses untuk mendapatkan berlian tersebut melalui pertumpahan darah.