Minggu, 22 Januari 2012

Membawa isu gender ke dalam konsep National Security dan Hubungan Internasional

Ilmu hubungan internasional sebelumnya menganggap fokus bahasan dari studi HI adalah masalah yang berkaitan dengan hubungan antar negara negara yang berdaulat. Permasalahan-permasalahan lainnya, salah satunya seperti isu gender belum dianggap pantas untuk masuk ke dalam wilayah kajian ilmu hubungan internasional. Hal ini terjadi karena paradigma Hubungan Intenasional yang dianut adalah paradigma realis yang bersifat State Centic. Ini mengacu pada asumsi bahwa aktor hubungan internasional adalah negara. Dengan demikian isu yang paling menonjol saat itu konsep keamanan nasional (National Security) yang menjadi tujuan dasar negara untuk melindungi warga negaranya.
Namun setelah berakhirnya perang dingin, semakin banyak kritik yang ditujukan pada teori realisme. Salah satunya adalah kritik yang dilakukan oleh teori feminisme. Kaum feminisme mempertanyakan bagaimana posisi gender (khususnya bagi kaum wanita) dalam konsep National Security? Juga pertanyaan mengapa mainstream Hubungan Internasional tidak memasukkan gender dalam kajiannya? Mereka menganggap konsep Hubungan Internasional saat ini sangat tidak memungkinkan perempuan unutk melakukan pekerjaan yang potensia atau setidak memiliki kesempatan yang sama dengan kaum laki-laki.
Teori realis berpendapat bahwa hubungan internasional adalah studi yang berkaitan dengan power. Mereka menyatakan bahwa politik luar negeri suatu negara seharusnya dipahami sebagai dunia interaksi antar otoritas kedaulatan yang berbeda dari berbagai negara. Hal ini karena mereka bersumsi bahwa dunia internasional saat ini berada dalam kondisi anarki. Oleh karena itu, untuk menjaga keamanan dan keutuhan otoritas negara, hubungan yang dibangun adalah berdasarkan pada konsep Balance of Power. Konsep negara sebagai aktor dalam hubungan internasional mengacu pada apa yang disebut sebagai kedaulatan laki-laki (sovereign man). Karena seperti yang dinyatakan oleh Morgenthau bahwa laki-laki merupakan titik awal untuk berteori dalam Hubungan internasional. Namun hal ini dikritk oleh feminis, menurut mereka semua ini terjadi karena relais membangun ragumen mereka dari asumsi bahwa warga negara diidentikkan dengan laki-laki, sedangkan perempuan tidak termasuk. Sehingga teori realis akan kehilangan koherensinya jika perempuan tidak dihilangkan dari definisi bahwa laki-laki adalah aktor politik.
Menurut kaum feminis, ketidaksetaraan gender itu terjadi karena negara hanya berdasarkan padam asumsi realis. Padahal sekarang ini kondisi dunia internasional elah berbeda. Oleh karena itu mereka mengangkat isu gender. Mereka ingin agar studi hubungan internasional tidak lagi hanya fokus pada konsep National security realis saja. Selama ini, negara masih tetap mempertahankan dominasi laki-laki. Sehingga perempuan dianggapa tidak pantas untuk memegarng posis-poais penting dalam strukur negara. Semua ini terjadi juga karena negara menganut sistem patriarkis. Perempuan telah dibuat memiliki ketergantungan pada suami dalam unit rumah tangga. Rumah tanggalah yang menjadikan mereka lemah dan tidak memilki akse untuk berinetraksi di luar lingkungan rumah tangga. Kaum femini s menginginkan agar diadakannya dekonstruksi negara untuk menghilangka tradisi patriarki. Karena menurut mereka negara merupakan aktor utama yang mengontrol perempuan. Negara akan tetap mempertahankan dominasi laki-laki.
Meskipun saat ini realisme tidak lagi berdasarka pada politik identitas nasional, namun pada kenyataannya mereka tetap asumsi bahwa laki-laki merupakan aktor utama dalam politik. Isu gender masih tidak menjadi masalah yang berarti bagi mereka. hal dikarenakan mereka hanya fokus masalah masalah perang (konflik). Teori-teori Hubungan Internasional tetap tidak menghubungkan antara pergerakan perempuan dan perubahan yang sosial yang mempengaruhi sistem sosial politik.
Menurut kaum feminis, asumsi bahwa kondisi politik internasional yang anarki hanya merupakan alasan bagi realis untuk memproteksi perempuan. Konsep anarki menolak inter-koneksi sesuatu dan kejadian, sehingga kita terhalangi unutk melihat sebuah realitas secara utuh. Oleh karena itu kaum feminis meminta agar dilakukan penulisan kembali terhadap sejarah. Mereka menginginkan agar perempuan juga dimasukkan dalam sejarah. Karena dalam sejarah, konsep “laki-laki” selalu berkaitan dengan gagasan power. Feminis menetang asumsi bahwa studi Hubungan Internasional tidak membahas isu gender. Karena menurut mereka teori hubungan internasional berdasarkan pada interaksi negara. Mereka mengakui bahwa negara merupakan aktor utama dalam Hubungan internasional. Kajian hubungan internasional tidak hanya membahas struktur dan proses, tetapi juga berhubungan dengan kontruksi teori yang dibuat untuk mendukung dinamika ini. Oleh karena itu, realis seharunya tidak hanya mendeskripsikan dunia apa adanya saja, tetapi juga harus memperhatikan pada pada dinamikan sosial dan politik.
Selain feminisme, masih ada eori lain yang mengkritik teori realis. Neoliberalis seperti Robert Keohane menyatakan bahwa neo-realisme tidak mempedulikan karekteristik institusional sistem-sistem dan demikian tidak menyediakan cara bagi sistem untuk merubah kecuali ketika kapabilitas negara berubah. Pemahaman politik dunia harus meliputi perubahan kompleksitas institusi dan efeknya terhadap negara. Menurut Osenburg, realisme cacat karena teori anarki sebagai sebuah determinan dalam HI ditetapkan dalam periode tertentu dan tidak bisa menjelaskan transisi dan perubahan sejarah. Selain itu, HI tidak hanya tentang konflik antarnegara tetapi menunjukan bahwa konflik domesti bisa diinternasionalkan dan konflik internasional bisa menjadi aspek mayor dari isu-isu domestik.
Doktrin-Doktrin National Security dan penolakan kaum feminisme
Realis dan neorealis menganggap keamana sebagai kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup negara. Tugas sebuha negara adala untuk menjamin keamanan, membuat dan mengatur unit-unit politik. Kemanan sebuah Negara terhubungkan kepada pandangan strategisnya. Kaum realis meyakini bahwa keamanan Negara berhubungan secara dekat dengan kekuatan militer, karena National Security berkaitan dengan pertahanan dan kekuatan yang muncul menjadi pokok keamanan ketika terjadi konflik, paham realism berasumsi bahwa Negara-bangsa adalah sumber identitas bagi sebuah individu. National Security tertuju pada penggerakan politik yang didasarkan pada nasionalisme. Oleh karena itu jika individu ingin keamana dijami oleh negara, maka mereka harus mengikuti apa saja kebijakan negara. Keamanan individu tidak dapat dilepas hubungannya dengan Negara, karena prinsip dasar sebuah Negara memelihara tatanan sosial dan menjaga individu dari invasi asing.
Kaum feminis telah mengambil dari pendekatan tersebut dan memasukkan ke ruang lingkup gender untuk memperkuat kritik mereka. Pendekatan state- realism adalah subjek untuk di kritisi karena kekurangan mereka dan karena Negara pada teori realist menjadi sebuah dasar kesatuan dengan kepentingan dan agency, hal ini mengabaikan fakta bahwa Negara dibentuk dalam proses pembuatan batas dan identitas yang membedakan antara komunitas dan masyarakat pada kelas dasar, ras, gender dan dan agama. Selain itu batas Negara dibentuk dan diperbaharui oleh kekuatan kepentingan nasional, demikian pula, konsep kewarganegaraan melalui masalah kewajiban dan hak pada individu, menjadi konsep yang menimbulkan dan menutupi hal lainnya. untuk masalah keamanan, para aparatur Negara merupakan agen pengambil kebijakan. Aktor non Negara memiliki peran yang kecil dalam kerangka kerja seperti itu. Keberadaan mereka masih berada diluar kerangka kerja dari struktur National Security. Teori strategis tersebut membantu kritik kaum feminis pada doktrin National Security. Sehingga, keamanan Negara mendapat perlakuan khusus dan keamanan masyarakat termaginalkan.
Feminist mempertanyakan kebenaran pandangan bahwa negara merupakan arus utama dari keamanan dan asumsi bahwa keamanan individu cukup dipahami pada istilah keanggotaanya dari komunitas nasional dan Negara. Feminisme bukan saja menentang ide stabiltas dan identitas nasional yang homogen tetapi juga menawarkan konsep alternatif seperti identitas kolektif. Mereka berpendapat bahwa identitas tidak sekadar terikat pada konsep wilayah saja atau batas dari negara bangsa. Mereka menggaris bawahi kepentingan dari gender sebagai suatu identitas dan menunjukan bagaimana isu-isu identitas lainnya telah termarginalkan atau dikeluarkan dalam proses konstruksi negara sebagai suatu aktor dan mendahulukan laki-laki sebagai warga. Namun menurut realisme, ide dari identitas sub-nasional tidak kompatibel dengan Hubungan Internasional. sejak masuk kedala studi Hubungan Internasional, negara terus berfungsi sebagai komponen yang tidak dapat diperkecil lagi dari identitas, gender, perlombaan, kelas, atau faktor lain yang terus diabaikan. Ide kepentingan nasional sebagai satu prinsip pengorganisasian dasar dalam Hubungan Internasional percaya pada dugaan identifikasi kita dengan bangsa lebih penting dan menolak semua fokus dan identifikasi sosial dan politik lainnya.
Gerakan anti kolonial setelah perang dunia kedua memiliki peran utama di dalam membangun negara bangsa. Identitas dibangun oleh hal yang lainnya yang memiliki konsekuensi dalam membuat kategori sosial yang pasti dan dalam usaha membuat orang menerima mereka. Setelah melihat kesuksesan dari gerakan nasionalis, struktur dan institusi yang muncul pada image dari gerakan itu cenderung memperkuat status tidak menentu. Teori seperti realisme, dan konsep National Security juga membuktikan dengan sangat mudah dalam menggabungkannya. Kaum feminis, bagaimanapun, persoalkan dongeng dengan identitas homogen yang adalah basis dari negara bangsa sebagai satu aktor, dan memperlihatkan bagaimana gender pusat ke konstruksi dari negara bangsa.
Kaum feminis berpendapat bahwa penyatuan gender dari identitas nasional juga melayani untuk menawarkan secra spesifik “tempat bagi perempuan” di dalam hirarki sosial politik. Hal Ini tampak seperti mengidealkan perempuan, tetapi pada kenyataannya menempatkan mereka pada pada tempat yang lebih rendah secara permanen dari hirarkis. meskipun gender memainkan satu peran dalam membangun identitas nasional dan meletakkan perempuan pada masalah sosial yang spesisfik, perempuan tidak dikeluarkan dari konsep bangsa sebagai akibat perlombaan mereka, agama atau warna. aspirasi-aspirasi nasionalis untuk kedaulatan yang populer mungkin mendorong sebuah perluasan hak kewarganegaraan.
Realis dan neorealis sekarang mengakui bahwa security memiliki banyak dimensi dan militer membangun untuk memastikan keamanan. Mereka juga menghargai bahwa anggaran militer meliputi biaya yang sangat besar untuk masyarakat, bahwa suatu negara mungkin menjadi sumber ketidakamanan bagi orang hidup di dalamnya, dan seterusnya. Akan tetapi, metode untuk menjamin keamanan tetap pada aspek militer dan nasionalis dalam wacana realis dan neorealis. Realis dengan tegas meyakini bahwa keamanan bisa diperoleh tanpa melalui persenjataan, perkembangan, atau memupuk rasa menghormati HAM, adalah utopis. Oleh karfena itu, agenda utama realisme dan mendasari doktrin-doktrin dari siasat memperkuat pasukan tetap utuh.
Demikian pula, negara dan institusi, dalam hubungan dengan HI dan national security, juga telah mencoba untuk memasukkan masalah gender ke dalam agenda mereka. Kejadian ini dilakukan dengan memilih untuk “menambahkan gerakan perempuan”. Kaum feminis berpendapat bahwasanya wanita yang menyetujui paham realis akan sesuai untuk memasuki bidang ini. Bagaimanapun juga, apa yang mereka usulkan adalah perubahan dalam teori realisme. konsep keamanan harus disesuaikan dengan keadilan sosial, kebebasan berpolitik, dan demokratisasi. lebih kepada memperluas perspektif keamanan untuk menjaga proses demokratisasi dan pemberdayaan“pengelolaan” konflik keadilan sosial harus dipandang sepenting penyelesaian konflik. Tapi perdebatan tentang keamanan harus di luar kerangka realis. Proses demokratisasi dan resolusi konflik menunjukan bahwa konsep tradisional dari national security mulai ketinggalan jaman
Fungsi dari kritik feminis adalah untuk menunjukkan bahwa realisme dan kategori doktrin National Security, meskipun klaim bahwa mereka sangat penting "kebenaran" tentang negara dan masyarakat, memiliki bias gender yang kuat. feminis menekanan pada tantangan gender dan identitas menerima kebijaksanaan bahwa bangsa-negara adalah satu-satunya sumber identifikasi politik signifikan dan kesetiaan di dunia. Mereka mengangkat isu-isu gender dan menunjukkan bahwa perempuan memiliki sedikit hubungannya dengan pengambilan keputusan dalam struktur negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar