Rabu, 13 Juni 2012

Hubungan China dan Timur Tengah


Review dari Tulisan Tareq Y. Ismael yang berjudul "The People’s Republic of China and the Midle East'

 Hubungan China dengan negara-negara di Timur tengah dan Afrika dimulai ketika dilakukannya Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955. Negara-negara Arab tidak mengakui pemerintahan komunis di China, justru sebaliknya mereka malah mengakui pemerintahan Chiang Kai-Shek di Taiwan. Dan satu-satunya negara di kawasan Timur Tengah yang mengakui China adalah Israel. Oleh karena itu, China berinisiatif untuk menjalin hubungan dengan negara-negara Afrika-Timur Tengah dengan memanfaatkan Konferensi Bandung 1955.
Negara pertama yang berusaha didekati oleh China adalah Mesir. Hubungan yang pertama kali dibina adalah hubungan ekonomi. Dan sekitar sebulan kemudian, hubungan diplomatik antara Mesir dan China resmi terjalin. Dua bulan setelah hubungan diplomatik ini terbangun, Suriah juga mengikuti mesir dengan mengakui China. Dukungan China terhadap Mesir terutama ketika terjadi krisis terusan suez. China secara konsisten mendukung Mesir. Inisiasi-inisiasi lainnya yang coba dilakukan China untuk menarik simpati negara Afrika-tengah dalah dengan mengakui kemerdekaan sudan pada 1956, menjalin hubungan dagang dengan Maroko dan Tunisia, dan mendukung perjuangan nuntuk melawan imperialisme seperti yang dilakukan oleh algeria dan negara-negara yang lainya.
Namun, inisiasi-inisiasi China ini tidak serta merta membuatnya memiliki peranan yang signifikan di kawasan tersebut. Hal ini dikarenakan kuatnya pengaruh Amerika Serikat dan uni Soviet. Persaingan yang paling menonjol adalah dengan Uni Soviet. Disatu sis antara China-Soviet berusaha meng-counter Amerika Serikat, tapi di sisi lain kedua negar tersebut juga saling bersaing. Salah satu contoh persaingan teersebut adalah dalam kasus Algeria. Hal ini berkaitan dengan tawaran dari Presiden Charles de Gaulle untuk Self-determination  bagi Algeria. Uni Soviet mendukung, sementara China menolak usulan ini.
Pertentangan antara China Dan Soviet dalam mendukung anti-imperilaisme dipengaruhi oleh pengalaman sejarah keduanya. China berusa untuk menekankan pada perjuangan dengan mengangkat senjata, sementara Soviet lebih menekankan pada upaya damai melalui diplomasi. Keduanya memamng sama-sama menekankan pada ideologi komunisme, tapi perbedaanya adalah bahwa reolusi menurut Soviet harus terlebih dahulu dilakukan dengan revolusi terhaap kaum borjuis. Sedangkan menurut China revolusi harus langsung dilakukan oleh kelompok komunis (Communist party) baik oleh masyarakat, buruh maupun kalangan borjuis. Klaim China adalah Imperialis sama dengan perang, sedangkan sosialis sama dengan damai. Jadi sosialis harus diusung dengan melakukan revolusi komunis melalui perjuangan senjata melawan imperialisme.
Salah satu inisiasi yang sangat fenomenal adalah dukungan material yang diberikan China kepada Palestina dalam upaya untuk mendukung perjuangan Palestina. Isu tentang Palestina adalah isu yang paling sengit. Hal ini karena danya dukungan dari Amerika Serikat kepada Israel. Sedangkan China dalam dialognya dengan Shuqairy menyatakan komitmennya untuk mengirim bantuan material (senjata). Hal ini didukung dengan ucapan Choun En-lay bahwa China akan memberikan persahabatan dan bantuan. Tidak seperti Soviet yang hanya memberikan hubungan persahabatan, namun tidakmemberikan bantuan.
Dukungan lainnya yang diberikan oleh China untuk memunculkan peran dan pengaruhnya di kawasan tersebut dengan memberikan dukungan pada  Dhofar Benevolence dalam Dhofari Revolution. Gerakan revolusi ini terjadi di Oman. Pada awalnya organisasi ini tidakmendapat dukungan samasekali dari dunia internasional. Namun dukungan selanjutnya datang dari Yaman dan China. Yaman mendukung berdasarkan pada alasan ideologis dan geopolitik dan berperan sebagai perantara antara China dan Dhofari. Sedangkan China memberikan bantuan nasehat militer, mengadakan pelatihan militer di peking bagi gerilyawan Dhofari.
Prinsip[1] dan tujuan[2] polugri China
Prinsip polugri china berdasarkan pada teori yng menyatakan bahwa tatanan dunia hanya dapat dicapai melalui perjuangan revolusioner oleh penduduk yang tertindas melawan eksploitasi. Semua kebijakan dilandaskan pada retotika revolusioner yang mempercayai motivasi kepentingan nasional. Tem yang menjadi prinsip politik luar negeri China di Tmiur-tengah dan Afrika adalah anti-imperialisme. Setidaknya ada lima prinsip China dalam berhubungan dengan negar-negar Arab.
1.      China mendukung rakyat arab dalam perjuangan mereka melawan imperialisme dan neo-kolonialisme, memenanginya dan melindungi kemerdekaan mereka.
2.      China mendukung kebijakan damai, netralitas, dan non-blok pemerintah negara-negara arab.
3.      China mendukung keinginan rakyat arab untuk meraih solidaritas dan persatuan dalam gaya pilihan mereka.
4.      China mendukung negara-negara arab dalam upaya mereka menyelesaikan sengketa mereka melalui konsultasi damai.
5.      China beprinsip bahwa kedaulatan negara-negar arab harus dihormati oleh semua negara dan pelnggaran teritori dan intervensi harus dilawan.
Sebenarnya, ketika China mengeluarkan kelima prinsip politik luar negeri tersebut pada 1964, China belum memiliki kepentingan baik ekonomi maupun strategis. Kepentingan utama China dalam melakukan hubungan dengan kedua kawasan tersebut adalah didasarkan pada kepentingan persaingan dengan Uni Soviet. Persaingan ini lebih kepada perbedaan pandangan antara china-Soviet dalam kaitan posisi barat di Afrika dan Timur-tengah. Dalam pandangan China, hubungan ko-eksistensi dengan barat (pendekatan baru Uni Soviet) adalah ancaman bagi perkembangan komunisme dan terutama bagi kepentingan China di Asia. Jadi kepentingan China di kawasan tersebut adalah untuk menghilangkan pengaruh barat dan berusaha menjadikan Uni Soviet untuk beroposisi terhadap barat.
Namun selanjutnya, hubungan china dengan kawasan ini semakin memiliki peran yang penting bagi China. Terutama sebagaisumber supply energi bagi China. Hubungan ekonomi ini semakin lama semakin meningkat dan tentu memiliki nilaikomersilyang tinggi bagi China.


[1] Prinsip politik luar negeri merupakan refleksi ideologis.
[2] Tujuan (sasaran) politik luar negeri adalah manfaat dari motivasi geopolitik, startegik, dan ekonomi yang dimediasi oleh ideologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar