Kamis, 04 Oktober 2012

Keterlibatan Uni Eropa dan China di Afrika



Selama satu dekade terakhir, banyak kemajuan positif yang berhasil di capai oleh negara-negara Afrika dalam melakukan pembangunan ekonomi, social, dan politik. Meskipun konflik masih tetap ada, tetapi eskalasi dan skala konflik tersebut tidak lagi sebesar tahun-tahun sebelumnya. Kemajuan ini tidak hanya dicapai berkat semakin kuatnya kerjasama melalui institusi regional ’Uni Afrika’, tetapi juga ditopang dengan adanya peran strategis dari UE dan China. Kedua pihak ini sangat membantu dalam melakukan rekonstruksi sosial, politik, dan ekonomi.
Namun, ada hal menarik yang perlu kita cermati dalam perkembangan di Afrika ini, yaitu kehadiran China. Berbeda dengan UE yang memiliki ikatan historis sebagai negara kolonial di Afrika, China sama sekali tidak memiliki ikatan historis tersebut. Akan tetapi dalam kenyataanya, China berhasil mendapatkan posisi starategis di Afrika dengan ontribusi besarnya terhadapa pembangunan di Afrika, dimana sekitar 45,7 % destinasi bantuan luar negerinya adalah untuk Afrika. Dengan demikian, telah terjadi persaingan politik baru antara UE dan China dalam kebijakan mereka terhadap Afrika.
Para era Perang Dingin, bantuan luar negeri yang diberikan baik oleh China maupun Eu sarat erat kaitannya dengan persaingan ideologis saat itu. Artinya bahwa bantuan luar negeri tersebut digunakan untuk mendapatkan perhatian dan dukungan dari negara-negara afrika. Namun ketika Perang Dingin berakhir, Afrika seolah tidak memiliki posisi strategis bagi keduanya. Dan ini berimplikasi pada berkurangnya bantuan yang disalurkan. Akan tetapi, pada awal abad 21, kembali bantuan luar negri diberikan oleh EU melalui kesepatan pada Perjanjian Cotonou pada 2000. sedangkan pada saat yang sama, juga terjadi peningkatan bantuan laur negeri China yang cukup drastis.
Di sinilah terlihat perbedaan trategi antara China dan EU. Eu melalui perjanjian Cotonou mensyaratkan adanya Good Governance sebagai alasan dasar pemberian bantuan. Negara-negara penerima bantuan diminta untuk mempromosikan Hak Asasi Manusia HAM), melakukan demokratisasi, penegakan hukum, dan pemerintahan yang baik dan bersih dari KKN. Akan tetapi, bagi negara-negara Afrika yang notabeneya sedang berusaha embangun tatanan pemotinrahan yang kokoh dan stabil, dibutuhkan adanya penguatan institussionalisme dan kesdaran politis sebelum terlebih dahulu menerapkan demokrasi. Karena jika belum terjadi stabilitas dan kondusifitas dinamika politik, tentu penerapan demokrasi akan menjadi bumerang bagi negara-negara Afrika yang memiliki potensi konflik yang tinggi. Dan tentu saja persyaratan ini terasa sangat memberikan.
Di sinilah China mulai mengambil peran. China menawarkan pola pemberian bantuan yang berbeda. Bantuan tersebut bersifta konsensional, yaitu dengan jangka waktu pengambalian yang panjang serta bunga yang rendah. Selain itu, pemberian bantuan ini juga diberikan tnapa syarat. Artinya bahwa tanpa adanya motif politik. Pemberian bantuan tersebut murni bernilai ekonomis. Dan hal ini berdampak posiif dengan semakin meningkatnya intensiata dan frekuensi perdagangan anatara China dan Afrika.
Namun dalam bidang keamanan, China cenderung pasif. Sedangkan EU sangant dominan keterlibatannya dalam penanganan masalaha konflik dan keamanan di Afrika. Setidaknya telah ada sepuluh kali operasi militer yang dilakukan selama periode 2003-2010 yang dilakukan oleh UE. Dalam mengatasi konflik keamana yang terjadi di Afrika, China lebih cenderung menggunakan kerangka resolusi konflik dengan menekankan pada kerjasama di PBB. Hal ini selain karena China memiliki posisi strategis di DK PBB, juga karena dalam pandangan China Konflik di Afrika tidak perlu diglobalisasikan.
Selain itu, semakin menguatnya hubungan daganag antara China dan Afrika semakin mengkhawatirkan bagi Eu. Hal ini tidak lain karena adanya pergeseran kebutuhan energi EO dari Timur-Tengah ke wilyaha Afrika. Hal ini juga yang mejadi latar belakang keterlibatan China di Afrika sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan energi domestiknya. Selain itu, sektor kerjasama ekonomi yang dikembangkan dan dijalin oleh China dengan Afrika juga semakin beragama. Melingkupi sektor-sektor yang selama ini didominasi oleh EU, seperti industri pakaian, telekomunikasi, pengolahan makana, dan lain-lain. Hal ini tentu akan semakin menurunkan tingkat perdaganagn antara EU dengan Afrika.
Semakin besarnya keterlibatan dan peran China di Afrika membuat Eu harus memposisikan kembali diri mereka di Afrika. Untuk mengatasi masalah ini, EU berusaha mengupayakan adanya dialog segitiga dan kerjasama trilateral antara EU, China dan Afrika. Tujuan diadankannya dialog ini dalah untuk mengatasi masalah-masalah kebijakan yang kontroversial dan konflik kepentingan. Hal ini untuk mengatasi kebingungan EU apakah akan bekerjasama dengan China dan Afrika, atau justru sebaliknya menganggap mereka sebagai pesaing. Oleh karena itu, dialog ini sangat perlu dilakukan.
Namun, penemuan solusi yang konsolidatif dan akomodatif dari dialog ini bukanlah hal yang mudah. Hal ini karena perbedaan kultural baik politik maupun ekonomi anatara China EU. Hal ini semakin menambah kompleks pertentangan dan persaingan antara keduanya di Afrika. Persepsi berbeda yang telah tercipta antara China dan EU sangat sulit untuk dikompromikan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar