Review tulisan Li Anshan yang berjudul " China-Africa: Policy and Challanges"
Hubungan China dengan Afrika
dimulai pada 1950-an ketika berlangsungnya Konferensi Asia Afrika di Bandung. Negara
pertama yang menjalin hubungan diplomatik secara resmi dengan China adalah
Mesir pada 1956. namun hubungan China saat itu dengan negara-negara Afrika
lebih kepada kondisionalisasi Perang Dingin dan sebagai upaya Counter Hegemoni
terhadap Amerika Serikat. Nmaun ketika memeasuki era millenium baru, orientasi
hubungan China terhadap Afrika mengalami perubahan yang sangat signifikan.
Dominasi hubungan pragmatisme ekonomi sangat terlihat pada pola hubungan
Sino-Afrika saat ini.
Memang pada awal hubungannya
dengan Afrika, kebijakan dan sikap China sangat dipengaruhi oleh kontestasi
ideologis. Isu utama yang dikedepankan China dalam hubungannya dengan
negara-negara Afrika dengan mengobarkan semangat anti-koloniaisme,
anti-imperialisme dan revisionisme. Semangat anti-kolonislisme dan imperilaisme
ditujukan untuk menghilangkan pengaruh-pengaruh negara-negara barat, sedangkan
revisionisme sebagai upaya untuk menghilangkan pengaruh Soviet sejak
berakhirnya hubungan Sino-Soviet pada 1960-an. Dengan demikian, persaingan yang
terjadi tidak hanya dengan barat, tetapi juga dengan Uni Soviet.
Meskipun telah terjadi
perubahan yang signifikan pada 1960-an, kebijakan dogmatis China dengan Slogan
’exporting revolution” tetap dipertahankan. Akan tetapi kebijakan ini banyak di
tentang oleh negara-negara Afrika. Maka China akhirnya mengubah kebijkannya
menjadi dukungan terhadap kemerdekaan negara-negara Afrika dan juga memberikan
bantuan tanpa syaratat. Kebijakan ini dikenal dengan istilah “economy serves
diplomacy”. Dengan adanya pergeseran orientasi kebijakan ini, maka hubungan
China dengan Afrika semakin membaik. Hingga akhirnya pada 1978 china dengan
memiliki hubungan diplomatik dengan 48 negara Afrika.
Sejak berakhirnya kebijakan
’exporting revolution’, kebijakan China terhadap Affrika menjadi menjadi lebih pragmatis
dan diversifikasi. Tidak lagi hanya berfokus pada tujuan-tujuan
politik-ideologi, tetapi juga memasukkan aspek ekonomi dan sosial. Seiring
dengan terjadinya ketidakjelasan kondisi ekonomi China, hubungan yang
menngunakan ekonomi untuk tujuan politik (economy serves diplomacy) berubah
menjadi diplomacy serves economy. Bantuan
ekonomi mulai berkurang dan perdangan semakin menurun. Kebijakan politik
yang sebelumnya “war and revolution” terhadap yang tidak seideologi menjadi
“peace and development”.
Selain itu, prinsip-prinsip ekualitas, penghormatan kedaulatan,
non-interfensi menjadi salah satu hal prinsipil yang ditekankan dalam
hubungannya dengan Afrika. Hal ini dibuktikkan dengan pemberian bantuan China
terhadap negara Afrika yang semakin meningkat pada abad 21 ini dengan tanpa
diikuti oleh kepentingan politis. Artinya bhawa hubungan yang dijalin China
adalah murni pragmatisme ekonomi. Hal
ini berbeda dengan negara-negara barat yang akan memberikan dengan syarat
penerapan demokratisasi di negara penerima. Tentu saja kebijakan China ini
sangat menarik bagi negara-negara Afrika.
Kerjasama yang saling
menguntungkan juga semakin dikedepankan. Dalam menjalin hubungan baik politik
maupun ekonomi, China sangat mempertimbangkan bagaimana hubungan yang mereka
jalin tidaknya memberi keuntungan bagi China, tetapi juga berdampak posisitk
bagi Afrika. Sehingga akan terjadi hubungan yang mutual benefit. Keuntungan China dalam hubungannya dengan Afrika
membuat suplly energi dan pangsa pasar produk China semakin besar. Sehingga
perekonomian China semakin meningkat. Sedangkan bagi Afrika, kedatangan China
memberikan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi. Transfer ilmu pengetahuan
didapatkan melalui adanya banyaknya para ahli yang disediakan oleh China dan
juga kerjasama pendidikan melalui beasiswa. Sedangkan transfer teknologi
dilakukan dengan semakin banyak perusahaan-perusahaan multi nasional (MNC)m
China yang beroperasi di Afrika. Juga dengan semakin besarnya FDI dari China
membuat proses industrialisasi bisa berjalan.
Puncak dari semakin
meningkatnya hubungan anatara China dengan Afrika adalah diadakannya pertemuan
tingkat tinggi pada 2006 di Beijing. Dalam pertemuan yang dihadiri sekutar 48
negara Afrika ini presiden China, Hu Jintao mengatakan bahwa China dan Afrika
adalah teman yang baik dan mitra strategis. Selain itu, setidaknya ada 7
kebijakan China terkait dengan Afrika yang disampaikan dalam pertemuan itu,
yaitu Bantuan untuk Afrika, Pinjaman dan Kredit Prefensial, Pembangunan pusat
Konferensi Uni Afrika, Penghapusan Hutang, Pembukaan pasar China yang lebih
luas bagi komoditi Afrika, Pembentukan zona perdagangan dan ekonomi
China-Afrika, Pelatihan Profesional bagi Afrika.
Tantangan dan Resiko
Meskipun kehadiran China di
Afrika sangat penting. Dan juga telah menunjukan peranan yang sangat penting
dalam pembangunan di Afrika. Namun China dianggap kurang dalam hal pemberdayaan
penduduk lokal. Pekerja-pekerja yang digunakan oleh perusahaan-perusaah china
adalah buruh-buruh impor. Hal ini dikarenakan sleian tingkat produktivitas dan
kehalian yang lebih rendah, dengan menggunakan tenaga kerja lokal maka
perusahaan China akan terikat dengan aturan lokal. Disini terlihat bahwa terjadi perbedaan
kepentingan antara perusahaan China dan kepentingan nasional China. Dengan menggunakan tenaga kerja yang skillful tentu preusan akan mendapat
keuntungan yang maksimal. Artinya kepentingan perusahaan adalah kepentingan
ekonomi jangkan pendek dengan eksplorasi yang semaksimal dan seoptimal mungkin.
Berbeda dengan kepentingan nasional China yang berusaha menjalin hubungan lama
dan tidak bersifat eksploitatif-opportunis.
Selain itu, tantangan yang
diharus dihadapi China adalah pandangan yang sinis dari barat. China hanya
berkepentingan untuk mengamankan pasokan energi dan sumber daya alam lainnya
dari Afrika. Hal ini mereka indikasikan dengan mengacu kepada kebijakan China
yang tidak mengkaitkan antara ekonomi dan politis. Artinya menurut mereka China
berusaha mempertahankan rezim yang otoriter dan korup demi kepentingan
pragmatis China. Karena mereka telah mendapatkan keuntungan yang besar melalui
kerjasama dengan pemimpin-pemimpin seperti ini.
Sesuai dengan kepentingan
nasional Chian yang berusaha menjalin hubungan diplomatik yang berkelanjutan,
maka sustainable development saat ini
juga menjadi perhatian China. Ukuran keberrhasilan tidak hanya dilihat dari
indeks-indeks statistik seperti perdapatan perkapita. Tetapi juga harus
dilihatnya bagaimana dampak riilnya terhadap warga Afrika secara umum. Salah
satu dengan memberdayakan tenaga kerja lokal. Selain itu, kualista operasional
juga harus diperhatikan dengan menerapkan produksi yang berorientasi terhadap
keselamatan, pekerja, tidak merusak lingkungan, dan juga sistem jminan sosial.
Sehingga tidak terjadi eksplorasi yang destruktif.
Semua upaya ini harus
dilakukan oleh China untuk meningkat hubungan dan peluang masa depan
kerjasamanya dengan Afrika. Karena Afrika memiliki nilai strategis-politik dan
ekonomi yang besar bagi China. Keuntungan tidak hanya dirasakan pada level
elit, tetapi juga harus dirasakan oleh masyarakat. Hubungan yang interdependensi
harus diciptakan aar Afrika merasa tidak dieksploitasi. Selain itu,
optimalisasi kerjasama dalam lingkup global melalui PBB juga harus
ditingkatkan. Diplomasi yang lebih sensitif dan konprehensif perlu dilakukan
untuk mengurangi ancaman non-teknis dalam upaya operasional di Afrika. Hal ini
mengingat tingkat konflik yang tinggi di Afrika. Jangan samapai berdampak buruk
terhadap hubungan mutualisme yang telah ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar