Selasa, 19 Februari 2013

Filosofi Awal Munculnya Negara



Review of
Macpherson, CB (1968) Introduction to Leviathan in Hobbes, Thomas’s Leviathan, London: Penguin Classic.

Pernahkah kita bertanya tentang bagaimana awal terbentuknya negara? Mengapa kita harus tunduk terhadap negara? Dan kenapa kita harus mengakui negara?
Jika kita ingin mencari jawabannya, salah satu referensinya adalah tulisan Thomas Hobbes yang berjudul ”Leviathan”. Dalam tulisan tersebut, Hobbes menjelaskan bagaimana negara terbentuk dan dari mana kekuasaan negara terbentuk. Metode yang digunakan oleh Hobbes adalah dengan menggunakan pendekatan matematis-geometris dan rasionalitas. Hal disebabkan oleh pengaruh tokoh-tokon lainnya seperti Francis Bacon, Rene Descartes, dan yang paling dominan adalah Galileo Galilei.
Dalam tulisan tersebut Hobbes memulai penjelasan dari penjelasan tentang manusia (Human Nature). Manusia adalah subjek dan sekaligus objek utama dari segala permasalahan sosial-politik di dunia ini. Analisa tentang manusia dimulai dari konsep ’appetite and aversion’ dan juga akal. Sebenarnya, perilaku manusia dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut. Appetites (keinginan) setiap manusia berbeda dan akan ada terus menerus selama hidupnya. Manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi semua keinginannya. Keinginan manusia tak pernah terbatas. Hakikat alamiah ini, dimana semua manusia secara alamiah setara, melahirkan persaingan sesama manusia.
Untuk memenuhi semua keinginan ini, manusia membutuhkan power yang diartikan oleh Hobbes tidak hanya kemampuan jasmaniah (faculty of bodies), tetapi juga keunggulan atas kemampuan yang dimiliki oleh orang lain. Power terdiri dari jumlah kemampuan, kekayaan, reputasi, dan teman melebihi yang dimiliki orang lain. Power ini digunakan untuk melawan dan menghalangi efek dari power yang lain. Persaingan dan kondisi anarkis membuat manusia berusaha untuk memaksimalkan power. Sehingga Hobbes mengistilahkannya dengan homo homini lupus (manusia akan menjadi serigala bagi manusia lainnya) dan bellum omnium contra omnes (semua manusia akan berperang melawan manusia).
Memang dalam kondisi alamiah ini belum terbentuk suatu kehidupan sosial-politik yang terorganisir sehingga kehidupan menjadi tidak teratur. Akan tetapi, manusia masih memiliki akal. Akal manusia menuntun mereka untuk meninggalkan kehidupan alamiah yang anarkis ini. Manusia berusaha membentuk kehidupan yang damai dan harmonis. Atas alasan ini manusia merasa perlu membuat suatu ’kekuatan bersama’ yang teroganisir dengan baik. Maka kemudian manusia secara suka rela menyerahkan hak dan kebebasannya melalui sebuah convenant (kontrak sosial). Maka terbentuk suatu organisasi masyarakat berdaulat yang kemudian kita kenal dengan istilah Negara.
Kedaulatan negara didapat dari hukum tertulis yang telah tertuang dalam covenant (covenant, without sword, are but words and of no strengthen to secure a man at all). Menurut Hobbes, perjanjian yang terjadi sebenarnya antar individu, bukan antara negara dengan individu. Dengan demikian negara tidak terikat oleh perjanjian. Negara dalam versi Hobbes ini memiliki kekuasaan mutlak yang utuh. Negara berhak menentukan hukum. Negara memiliki hak namun tidak memiliki kewajiban. Sehingga individu (rakyat) harus mematuhi semua keputusan yang dibuat oleh negara.
Dengan kedaulatan dan wewenangnya, negara dapat melakukan apapun. Sehingga negara memiliki kuasa penuh atas semua individu yang berada di bawah kewenangannya. Negara harus memiliki kekuasaan yang absolut dan tidak terbagi. Artinya Hobbes tidak menginginkannya adanya distribusi kekuasaan seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi. Dengan begitu apakah Hobbes merekomendasikan bentuk negara? Sepemahaman saya, Hobbes tidak mempermasalahkan bentuk negara asalkan negara tersebut memiliki kekuasaan yang absolut. Hobbes memang tidak memungkiri bahwa kekuasaan mutlak akan menyebabkan otoritarianisme. Tapi setidaknya inilah lebih baik dari pada negara yang kekuasaan terbelah yang berpotensi terjadinya friksi sosial. Dapat disimpulkan bahwa negara terbaik menurut Hobbes adalah negara monarki absolut dengan hanya memiliki seorang penguasa.
Lantas bagaimanakah cara untuk menghindari negara berperilaku semena-mena dan tidak sesuai dengan keinginan individu? Tujuan dibentuknya negara adalah untuk menjamin keamanan dan kebebasan individu untuk berkembang tanpa adanya ancaman. Menurut Hobbes, kewajiban untuk mengikuti perintah negara itu berlaku selama negara mampu menjamin dan memproteksi keamanan individu. Namun, jika negara sudah tidak mampu lagi, maka covenant menjadi tidak berlaku. Namun, hal ini sangat mustahil untuk diterapkan. Sebab negara akan berupaya untuk mempertahankan kekuasannya dengan berbagai cara.
Pemikiran Hobbes tentang negara ini juga diyakini sebagai pemikiran tentang negara borjuis. Salah satu indikasi adalah dengan adanya sistem perpajakan. Selain itu, tugas negara menurut Hobbes adalah untuk melindungi kehidupan dan segala komoditas yang bisa diberdayakan. Hal ini berarti akan lebih mengedepankan kepentingan orang kaya (borjuis). Dan tentu saja dengan asumsi kewajiban harus membayar pajak, maka borjuis dapat mengekploitasi masyarakat yang tidak memiliki kapital. Dan di sinilah mulai terjadi eksploitasi kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar