Studi Kasus: Krisis Politik Di Syria
Beberapa bulan terakhir kita
semua telah melihat terjadinya perubahan politik yang sangat drastis di Middle East. Perlawanan terhadap
pemerintah yang otoriter dan telah lama berkuasa dilakukan oleh kalangan sipil
melalui aksi massa yang jumlah yang besar. Gerakan ini setidaknya telah
berhasil di Tunisia, Mesir, dan Libya. Dan saat ini masih ada beberapa negara
yang juga sedang mengalami kondisi serupa, seperti Yaman dan Syria. Krisis
politik kontemporer di dunia arab ini disebut dengan Arab Spring yaitu suatu revolusi menuju demokrasi di dunia Arab.
Peristiwa ini banyak mendapat
respon dan perhatian dari dunia internasional. Begitu juga dengan Iran, mereka
sangat mendukung gerakan anti kediktatoran di dunia Arab.[1]
Bahkan Iran dengan tegas menyatakan bahwa peristiwa ini adalah perluasan alamiah dari revolusi Iran pada
1979.[2]
Sebelumnya banyak pengamat yang mengira bahwa Iran akan bersikap pasif dengan peristiwa
ini. Hal ini mengingat bahwa Iran juga pernah mengalami aksi protes yang cukup
besar pada 2009.[3]
Namun, ada yang aneh dari respon Iran terhadap fenomena ini. Iran tidak
mendukung aksi protes yang terjadi di Syria. Justru sebaliknya, Iran menyebut
hal ini adalah upaya sabotase yang dilakukan oleh pihak asing.[4]
Inilah yang akan menjadi fokus penulis; ”Mengapa Iran mendukung ’kedikatoran’
Bahsar al-Assad di Syria?”
Krisis politik di Syria ini telah berlangsung sejak Maret
2011. Krisis ini dimulai di sebuah kota di Daraa yang mayoritas Sunni. Namun,
aksi protes yang dilakukan oleh para demonstran ini mendapat respon yang
berbeda dari Pemerintah Syria. Untuk menekan aksi demonstrasi, regim Bashar Al-Assad
menggunakan pendekatan represif dan militeristik. Dan tentu saja hal ini
menimbulkan banyak korban jiwa, baik dari kelompok demonstran maupun pihak
militer. Menurut Badan HAM PBB, diperkirakan telah lebih dari 6000 jiwa yang
tewas.[5] Namun, menurut pemerintah Syria ini adalah gerakan kriminal bersenjata dan
terorisme, dengan demikian mereka memiliki kewenangan untuk menggunakan
kekerasan karena mengancam negara.[6] Dan klaim ini didukung oleh Pemerintah Iran dengan menyebut gejolak di Syria
ini sebagai sabotase pihak asing.
Sebelum menganalisa kasus ini, akan diberikan deskripsi
singkat dari teori realis yang akan penulis gunakan sebagai alat analisa. Objek analisa utama Realisme
adalah State, power, dan national intersests. State bersifat
rasional, artinya selalu mengkalkulasikan cost
and benefit dari setiap tindakannya demi national interst. Oleh karena itu, konsep power[7]
sangat dominan dalam realisme. Oleh karena itu, power and national interest dianggap sebagai sarana sekaligus
tujuan dari tindakan suatu negara untuk bertahan hidup (survival) dalam politik
internasional.[8]
Berdasarkan pada Asumsi di atas setidaknya
ada dua hal yang menyebabkan Iran mendukung tindakan represif pemerintahan
Bashar al-Assad, yaitu faktor rasionalitas negara dan kepentingan nasional. Prinsip politik luar negeri Iran adalah neither east nor west, but
the Islamic republic dan export of revolution. Namun, lebih ditekankan pada kebencian terhadap Amerika Serikat dengan
sebutan The Great Satan.[9] Sedangkan di lingkungan Timur Tengah, Amerika Serikat menurut Iran
direpresentasikan oleh Israel.
Di sinilah kepentingan Iran
terhadap Syriah semakin terlihat jelas. Salah satu alasan Iran mendukung[10]
Rezim Syria di bawah pemerintahan al-Assad
adalah karena Syria merupakan mitra strategis Iran di Timur Tengah. Oleh karena
itu, Iran berusaha menjaga kepentingan strategis ini. Peran strategis Syria adalah sebagai penghubung Iran
dengan HAMAS dan Hizbullah, yang merupakan musuh Israel. Dengan demikian, tampaknya
aliansi saat ini antara kedua negara ini, meskipun dengan adanya pergolakan
domestik di Syria, akan tetap utuh.[11] Iran, akan berusaha untuk melestarikan rezim Assad, dengan secara terbuka meremehkan
pentingnya gerakan protes di Syria.[12]
Hal ini ditunjukan dengan menuduh para demonstran sebagai "agitators"
and "terrorists".[13]
Alasan lainnya adalah Syria
merupakan salah satu mitra dagang Iran. Pada juli 2011 lalu, kedua negara
menandatangani kerjasama perdaganagan gas senilai $10 miliar.[14]
Selain itu, kedua negara juga sedang mengupayakan kerjasama di sektor energi
seperti proyek pembanguna pipa gas alam.[15]
Dan masih banyak lagi proyek-proyek kerjasama ekonomi lainnya. Hubungan ini
akan berusaha dipertahankan oleh. Apalagi dalam kondisi Iran yang sedang
mengalami embargo dan isolasi ekonomi internasional akibat dari program
nuklirnya.[16] Dengan
demikian, Iran tentunya akan berupaya untuk mempertahankan Rezim Assad tetap
berkuasa meskipun mereka lemah. Karena jika rezim ini jatuh dan pemerintahan
berada di tangan oposisi, maka kepentingan ekonomi Iran akan terancam.[17]
Namun, Jika melihat keinginan
Iran untuk lebih dekat dengan dunia Arab, nampaknya kebijakan ini justru akan
berdampak sebaliknya. Padahal salah satu tujuan Iran ketika beraliansi dengan
Syria untuk mendekatkan hubungan Iran dengan negara-negara Arab. Karena Syria
adalah salah satu negara arab yang berpenduduk mayoritas sunni. Dengan dekatnya
hubungan Syria dan Iran diharap akan menjembatani hubungan yang lebih baik
antara Iran dengan negara-negara arab lainnya yang berhaluan sunni. Karena ini
sesuai dengan cita-cita Iran yang ingin menciptakan ”Islamic Unity” sebagai
perlawanan terhadap dominasi barat.
Jika demikian, dengan melihat
kondisi politk Syria saat ini semakin melemah, sangat sulit bagi Iran untuk
menjalin hubungan yang lebih erat dengan negara-negara arab. Apalagi syria saat
ini mendapat sanksi dari Liga Arab.[18]
Kondisi ini akan menjadi dilemma tersendiri bagi Iran antara tetap
mempertahankan dukungannya terhadap rezim Assad atau berusaha untuk bersikap
pasif. Apalagi jika melihat semangat para demonstran yang tetap bertahan.
Semakin lama protes yang dilakukan oleh demonstran, maka Iran akan semakin
dipaksa untuk memikirkan kembali hubungannya dengan Assad. Karena jika akhirnya
rezim Assad jatuh dan Iran masih dalam posisi mendukung, tentu hal ini akan
berdampak negatif bagi Iran. Oleh karena itu, Iran tetap harus menerapkan
kebijakan proaktif terbatas dengan tidak terlibat secara langsung.
Lantas bagaimanakah solusi
dari krisis politik di Syria ini. Obama pernah menyatakan dengan tegas bahwa
Presiden [Bashar] Assad sekarang memiliki pilihan: memimpin yang transisi
[demokrasi], atau mundur.[19]
Akan tetapi jika Assad tetap menggunakan pendekatan represif dan militeristik,
maka tampaknya intervensi asing bisa iterapkan, setidaknya ada tiga alasan
mengapa intervensi asing perlu dilakukan jika Assad tetap menggunakan
kekerasan. Pertama, Suriah adalah anggota pendiri Perserikatan Bangsa-Bangsa di
mana Dewan Keamanan memiliki tanggung jawab khusus untuk memelihara perdamaian
dunia. Ketika seorang anggota tetap Dewan Keamanan menyerukan pada anggota negara
untuk menghentikan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri, ini merupakan bagian
integral dari tanggung jawabnya berdasarkan Piagam PBB.[20]
Kedua melimpahkan kedaulatan,
di negara-negara hak untuk mengelola urusan internal mereka tanpa campur tangan
asing, tetapi tidak izin berburu untuk membunuh rakyat mereka sendiri. Ketika sebuah negara terlibat dalam
pembunuhan pada perusahaan luas, skala dan metode yang digunakan oleh aparat
keamanan Suriah dan pasukan maut, negara manapun - tidak hanya anggota tetap Dewan
Keamanan - memiliki hak untuk campur tangan untuk menghentikan pembunuhan di
bawah prinsip kemanusiaan intervensi. Ketiga, ketika
rezim Suriah mendorong orang sendiri untuk mencari perlindungan di Lebanon dan
Turki untuk menghindari kekejaman, ia menciptakan situasi dimana tidak hanya
keamanan negara yang terkena dampak yang dipertaruhkan, tapi seluruh wilayah
juga.[21]
Daftar pustaka
Alfoneh, Ali. Middle Eastern Upheavals: Mixed Response in Iran.
Barzegar, Kayhan. “Iran's Interests and Values and the 'Arab Spring',” Artikel diakses pada
8 januari 2012 dari http://belfercenter.ksg.harvard.edu/publication/20954/Irans_interests_and_values_and_the_arab_spring.html
“Bom Bunuh Diri Guncang
Damaskus, 40 Tewas.” Artikel
diakses pada 6 januari 2012 dari http://www.beritasatu.com/mobile/dunia/22895-bom-bunuh-diri-guncang-damaskus-40-tewas.html
Dehghan,
Saeed Kamali. “Tehran supports the Arab spring...but not in Syria,” Artikel
Diakses pada 6 Januari 2012 dari http://www.guardian.co.uk/commentisfree/
2011/apr/18/Iran-arab-spring-Syria-uprisings
Ensher, Henry
A. “Iran-Syria Relations and The Arab Spring,” Artikel Diakses pada 8 Januari
2012 dari http://www.Irantracker.org/foreign-relations/Iran-Syria-relations-and-arab-spring
Foster,
John. “A Pipeline through A Troubled Land: Afghanistan, Canada, And The New Great Energy
Game.” Canadian Centre for Poligy Alternatif (CCPA), Volume 3, No. 1 June 19,
2008 h. 7-9.
Fulton, Will dkk. “Syria-Iran
Foreign Relations.” Artikel diakses pada 8 januari 2012 dari http://www.Irantracker.org/foreign-relations/Syria-Iran-foreign-relations
Goodarzi, Jubin. “Iran and Syria,” Artikel diakses pada 7 Januari 2012 dari http:// Iranprimer.usip.org/resource/Iran-and-Syria
“PBB: Jumlah korban tewas di Suriah capai
5.000,” Artikel diakses pada 6 Januari 2012 dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/12/111212suriah.shtml
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan
Mochamad. Pengantar Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
Rakel, Eva Patricia. The
Iranian Political Elite, State and Society Relations, and Foreign Relations
since the Islamic Revolution. Duitsland: 2008.
”Oposisi Suriah Janji Putuskan Hubungan dengan Iran jika Assad Terguling.” Artikel diakses pada 8 Januari 2012 dari http://skalanews.com/baca/news/3/0/101287/ internasional/oposisi-suriah-janji-putuskan-hubungan-dengan-iran-jika-assad-terguling.html
[1] Iran mendukung gerakan anti-kediktatoran ini karena hal tersebut sesuai
dengan prinsip Iran yang mendukung gerakan rakyat, menentang intervensi domestik dan
regional oleh kekuatan asing, dan menyadari "persatuan Islam." Iran
tidak menginginkan adanya pemerintahan yang selalu dipengaruhi oleh kepentingan
asing. Dan menurut Iran negara-negara yang diktator tersebut adalah boneka
barat (Amerika Serikat), kecuali Syria. Hal ini mungkin salah satu alasan Iran
tidak mendukung aksi demonstrasi yang ada di Syria.
[2] Rahbar Iran, Ali
Khamenei menyebut gejolak yang terjadi di Timur Tengah saat ini sebagai
”islamic awakening” yang terinspirasi oleh revolusi Iran pada 1979. Alasan
Khamenei berkata demikian karena adanya kedekatan regim penguasa tersebut
dengan pihak barat, khususnya Amerika serikat.
Ali Alfoneh, Middle
Eastern Upheavals: Mixed Response in Iran.
[3] Saeed Kamali Dehghan, “Tehran supports the Arab spring...but not in Syria.” Artikel Diakses pada 6 Januari 2012 dari http://www.guardian.co.uk/commentisfree/2011/apr/18/Iran-arab-spring-Syria-uprisings
[4] Ibid.
[5] “PBB : Jumlah korban tewas di Suriah capai
5.000.” Artikel
diakses pada 6 Januari 2012 dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/12/111212_suriah.shtml
[6] “Bom Bunuh Diri Guncang Damaskus, 40 Tewas.” Artikel diakses pada 6 januari 2012 dari http://www.beritasatu.com/mobile/dunia/22895-bom-bunuh-diri-guncang-damaskus-40-tewas.html
[7] Definisi power bisa berarti kemampuan untuk memperoleh apa yang diinginkan
untuk mencapai output politik luar negeri melalui kontrol terhadap lingkungan
eksternal yang berubah. Jadi power tidak hanya kekuatan militer. Power
merupakan perpaduan antara pengaruh persuasif dan kekuatan koersif.
[8] Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan
Mochamad yani, Pengantar Hubungan
Internasional (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) h. 24-35.
[9] Eva Patricia
Rakel, The Iranian Political Elite, State
and Society Relations, and Foreign Relations since The Islamic Revolution (Duitsland:
2008) h. 148.
[10] Bukti adanya dukungan Iran terhadap Syria adalah dengan pengiriman IRGC Qods Force advisors, pelatihan personil, dan sumber daya lainnya untuk memperkuat serangan rezim Assad ke pada para demonstran Iran juga menyediakan bantuan senilai $ 23.000.000 bagi Syria untuk membangun pangkalan militer di latakia, dalam rangka memefasilitasi langsung pengiriman dari Iran.
Will Fulton, Robert Frasco, Ariel Farrar-Wellman, “Syria-Iran Foreign Relations.” Artikel diakses pada 8 januari 2012 dari http://www.Irantracker.org/foreign-relations/Syria-Iran-foreign-relations
[11] Kayhan Barzegar, “Iran's
Interests and Values and the 'Arab Spring'.” Artikel diakses pada 8 januari
2012 dari http://belfercenter.ksg.harvard.edu/publication/20954/Irans_interests_and_values_
and_the_arab_spring.html
[12] Henry A. Ensher, “Iran-Syria
Relations and The Arab Spring.” Artikel Diakses pada 8 Januari 2012 dari http://www.Irantracker.org/foreign-relations/Iran-Syria-relations-and-arab-spring
[13] Iran menganggap kelompok demonstran ini sebagai orang yang disewa oleh Israel
untuk menciptakan kekacaua di Syria. Klaim ini dibuktikan dengan pengakuan dari
orang-orang yang menyatakan bahwa mereka telah dibayar oleh Israel gaar
memberikan foto dan video kerusuhan di Syria untuk disebarkan ke media asing.
Lihat Dehghan,”Tehran.
[16] Salah satu upaya untuk
mengisolasi Iran dari perdagangan gas internasional adalah dengan dibentuknya
proyek TAPI (Turkmenista, Afghanistan, Pakistan, dan India) oleh Amerika
Serikat sebagai upaya untuk menghentikan kerjasama IPI (Iran, Pakistan, dan
India).
John Foster.
“A Pipeline Through A
Troubled Land: Afghanistan, Canada, And The
New Great Energy Game.” Canadian Centre for Poligy Alternatif (CCPA), Volume 3,
No. 1 June 19, 2008 h. 7-9.
[17] Indikasi pemutusan hubungan kerjasama antara Iran Syria ketika
rezim Assad tumbang berdasarkan pada pernyataan Pimpinan Dewan Nasional Suriah
(oposisi Suriah) Burhan Ghalioun bahwa ia tidak akan menjalin hubungan khusus
dengan Iran.
Karena Syria sebagai negara
arab seharus memiliki kedekatan dengan negara-negara teluk dan semenanjung
arab.
”Oposisi Suriah Janji Putuskan Hubungan dengan Iran jika Assad Terguling.” Artikel diakses pada 8 Januari 2012 dari http://skalanews.com/baca/news/3/0/101287/internasional/oposisi-suriah-janji-putuskan-hubungan-dengan-iran-jika-assad-terguling.html
[18] ”Liga Arab terapkan sanksi terhadap Suriah.” Artikel diakses pada 8 Januari 2012 dari http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2011/11/111124_ligaarabsuriah.shtml
[19] ARAB SPRING SEEN FROM TEHRAN.” Artikel diakses pada 7 januari 2012 dari http://www.aucegypt.edu/gapp/cairoreview/pages/articleDetails.aspx?aid=62
[20] Fehmi Saddy, “The Arab Spring and Syria’s long winter.”
http://aljazeera.com/indepth/ opinion/ 2011 /09/201192395146840552.html
[21] Ibid,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar