Review
of
Macpherson, CB
(1968) Introduction to Leviathan in Hobbes, Thomas’s Leviathan, London: Penguin Classic.
Pernahkah kita bertanya tentang bagaimana
awal terbentuknya negara? Mengapa kita harus tunduk terhadap negara? Dan kenapa
kita harus mengakui negara?
Jika kita ingin mencari jawabannya, salah
satu referensinya adalah tulisan Thomas Hobbes yang berjudul ”Leviathan”. Dalam
tulisan tersebut, Hobbes menjelaskan bagaimana negara terbentuk dan dari mana
kekuasaan negara terbentuk. Metode yang digunakan oleh Hobbes adalah dengan
menggunakan pendekatan matematis-geometris dan rasionalitas. Hal disebabkan
oleh pengaruh tokoh-tokon lainnya seperti Francis Bacon, Rene Descartes, dan
yang paling dominan adalah Galileo Galilei.
Dalam tulisan tersebut Hobbes memulai
penjelasan dari penjelasan tentang manusia (Human Nature). Manusia
adalah subjek dan sekaligus objek utama dari segala permasalahan sosial-politik
di dunia ini. Analisa tentang
manusia dimulai dari konsep ’appetite and aversion’ dan juga akal. Sebenarnya,
perilaku manusia dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut. Appetites
(keinginan) setiap manusia berbeda dan akan ada terus menerus selama hidupnya.
Manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi semua keinginannya. Keinginan
manusia tak pernah terbatas. Hakikat alamiah ini, dimana semua manusia secara
alamiah setara, melahirkan persaingan sesama manusia.
Untuk memenuhi semua keinginan ini,
manusia membutuhkan power yang diartikan oleh Hobbes tidak hanya
kemampuan jasmaniah (faculty of bodies), tetapi juga keunggulan atas
kemampuan yang dimiliki oleh orang lain. Power terdiri dari jumlah
kemampuan, kekayaan, reputasi, dan teman melebihi yang dimiliki orang lain. Power
ini digunakan untuk melawan dan menghalangi efek dari power yang lain.
Persaingan dan kondisi anarkis membuat manusia berusaha untuk memaksimalkan
power. Sehingga Hobbes mengistilahkannya dengan homo homini lupus (manusia
akan menjadi serigala bagi manusia lainnya) dan bellum omnium contra omnes (semua
manusia akan berperang melawan manusia).
Memang dalam kondisi alamiah ini belum
terbentuk suatu kehidupan sosial-politik yang terorganisir sehingga kehidupan
menjadi tidak teratur. Akan tetapi, manusia masih memiliki akal. Akal manusia
menuntun mereka untuk meninggalkan kehidupan alamiah yang anarkis ini. Manusia
berusaha membentuk kehidupan yang damai dan harmonis. Atas alasan ini manusia
merasa perlu membuat suatu ’kekuatan bersama’ yang teroganisir dengan baik.
Maka kemudian manusia secara suka rela menyerahkan hak dan kebebasannya melalui
sebuah convenant (kontrak sosial). Maka terbentuk suatu organisasi
masyarakat berdaulat yang kemudian kita kenal dengan istilah Negara.
Kedaulatan
negara didapat dari hukum tertulis yang telah tertuang dalam covenant (covenant,
without sword, are but words and of no strengthen to secure a man at all). Menurut Hobbes, perjanjian yang terjadi
sebenarnya antar individu, bukan antara negara dengan individu. Dengan demikian
negara tidak terikat oleh perjanjian. Negara dalam versi Hobbes ini memiliki
kekuasaan mutlak yang utuh. Negara berhak menentukan hukum. Negara memiliki hak
namun tidak memiliki kewajiban. Sehingga individu (rakyat) harus mematuhi semua
keputusan yang dibuat oleh negara.
Dengan kedaulatan dan wewenangnya, negara
dapat melakukan apapun. Sehingga negara memiliki kuasa penuh atas semua
individu yang berada di bawah kewenangannya. Negara harus memiliki kekuasaan
yang absolut dan tidak terbagi. Artinya Hobbes tidak menginginkannya adanya
distribusi kekuasaan seperti yang terjadi dalam sistem demokrasi. Dengan begitu
apakah Hobbes merekomendasikan bentuk negara? Sepemahaman saya, Hobbes tidak
mempermasalahkan bentuk negara asalkan negara tersebut memiliki kekuasaan yang
absolut. Hobbes memang tidak memungkiri bahwa kekuasaan mutlak akan menyebabkan
otoritarianisme. Tapi setidaknya inilah lebih baik dari pada negara yang
kekuasaan terbelah yang berpotensi terjadinya friksi sosial. Dapat disimpulkan
bahwa negara terbaik menurut Hobbes adalah negara monarki absolut dengan hanya
memiliki seorang penguasa.
Lantas bagaimanakah cara untuk menghindari
negara berperilaku semena-mena dan tidak sesuai dengan keinginan individu?
Tujuan dibentuknya negara adalah untuk menjamin keamanan dan kebebasan individu
untuk berkembang tanpa adanya ancaman. Menurut Hobbes, kewajiban untuk
mengikuti perintah negara itu berlaku selama negara mampu menjamin dan
memproteksi keamanan individu. Namun, jika negara sudah tidak mampu lagi, maka covenant
menjadi tidak berlaku. Namun, hal ini sangat mustahil untuk diterapkan.
Sebab negara akan berupaya untuk mempertahankan kekuasannya dengan berbagai
cara.
Pemikiran Hobbes tentang negara ini juga
diyakini sebagai pemikiran tentang negara borjuis. Salah satu indikasi adalah
dengan adanya sistem perpajakan. Selain itu, tugas negara menurut Hobbes adalah
untuk melindungi kehidupan dan segala komoditas yang bisa diberdayakan. Hal ini
berarti akan lebih mengedepankan kepentingan orang kaya (borjuis). Dan tentu saja
dengan asumsi kewajiban harus membayar pajak, maka borjuis dapat mengekploitasi
masyarakat yang tidak memiliki kapital. Dan di sinilah mulai terjadi
eksploitasi kemanusiaan.